Wednesday, February 29, 2012

My First Journey to The Dream Land, Korea!


DAY 1
Petualangan dimulai pada hari senin, 4 April 2011. Cuaca Jakarta siang hari itu sangat panas, dan benar saja, sore hari dalam perjalanan menuju bandara, hujan deras mengguyur kota Jakarta. Untuk perjalanan kali ini saya bersama sahabat saya, Nawang yang sebenarnya hanya ingin ke Korea karena penasaran melihat sakura. Saya agak khawatir perjalanan terhambat jika hujan tidak juga berhenti. Penerbangan menuju Seoul akan transit di Bandara Ngurah Rai dan bertolak pukul 18.50 wib dari Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng. Penerbangan dengan GA416 gate F2. Syukurlah hujan berhenti beberapa saat sebelum keberangkatan. 

Ketika sampai di Ngurah Rai sudah hampir tengah malam. Saya check in dan mengisi beberapa berkas keimigrasian. Jangan lupa menyiapkan uang Rp 150.000 untuk bea cukai. Saat itu pesawat tidak begitu penuh, kebanyakan turis asal Korea yang pulang berlibur di Bali, jadi kami bisa memilih tempat duduk yang kami inginkan. Pilihan kami tentu saja kursi di bagian tengah yang bisa dipakai untuk tidur terlentang, hehehe. Perjalanan cukup lancar walaupun ada hujan disertai petir dan beberapa kali terjadi goncangan kecil namun demi menyiapkan fisik keesokan hari, saya memaksakan diri untuk tidur.

Beberapa saat sebelum landing, melihat Korea dari atas, subhanallah.. perasaan campur aduk, bener gak sih ni? Hahaha. Nyubit pipi berkali-kali. Suhu di atas pesawat pada saat itu 3 derajat celcius, sama seperti suhu kulkas di rumah saya, dan pagi itu bibir sudah pecah-pecah dan berdarah karena dingin. Tapi perasaan deg-degan dan excited karena hampir tiba di negeri impian membuat saya lupa rasa perih. Alhamdulillah bisa landing dengan lancar dan selamat sampe di Seoul. One dream is coming true!

Saya sampai di bandara Incheon pukul 09.00 pagi waktu setempat. Setelah perjalanan kurang lebih 9 jam (2 jam dari Soekarno Hatta-Ngurah Rai, dan 7 jam dari Ngurah Rai-Incheon) akhirnya saya selamat sampai di Korea Selatan. Melihat tulisan welcome to KOREA membuat saya tersadar saya benar-benar berada di Korea. :D

Begitu keluar pesawat, sreeeeeenggg!!! Dingin!!! Serasa masuk kulkas! Ternyata 7 derajat celcius. Welcome to Korea! Here we come! Alhamdulillah… langsung breketek mengkeret, salah kostum. Nyesel abis gak bawa jaket parasut glow in the dark kebanggaan saya.. hahaha. Nawang langsung berinisiatif cari toilet. Prinsip dia itu hal wajib dilakukan pertama kali menginjakkan kaki ke negeri orang. Bahasa lainnya menandai daerah jajahan, hahaha.

Toilet di Korea bener-bener membuat saya miris. Bersih! Walaupun bukan toilet basah, tapi subhanallah… klo mau makan pun gak bakal jijik lah istilahnya.. sangking bersih n wanginya. Setelah sukses urusan toilet, langsung urus bagasi. Pagi itu kondisi bandara lengang, sepi. Padahal berharap banget ketemu Dong Hae atau anggota super junior lain berkeliaran, ternyata yah… kuciwa. Urusan bagasi simpel, selanjutnya imigrasi, dan here we go,… mulai lah petualangan kami.

Masalah pertama adalah, mencari stasiun kereta AREX. Keluar dari pintu arrival, lebih dingin dari sebelumnya. Gak sadar loncat-loncat sendiri, dan excited bisa merasakan uap udara keluar dari mulut. Biasanya Cuma liat di film-film. Norak, norak dah.. sabodo pikir saya! hahaha. Setelah sedikit bertanya di bagian informasi dan mengambil beberapa brosur (jangan lupa minta map kota Seoul), mulailah pencarian stasiun subway. Ternyata letaknya di seberang depan pintu keluar kedatangan. Gak salah kalo Incheon masuk sebagai salah satu bandara terbaik dunia dalam hal pelayanan. Selain semua serba teratur, canggih, mudah, dan berkelas, yang gak ngerti bahasa Korea pun dipermudah karena semua petunjuk dibuat minimal dengan 3 bahasa, yaitu Inggris, Korea, dan Jepang/China.

Jangan salah milih kereta ya, ada dua tipe. Satu yang ekspress, satu yang biasa. Yang ekspress lumayan mahal. Di atas 10.000 won. Yang biasa ongkosnya 3.700 won. Tapi belinya 4.200 won karena 500 won nya adalah deposit yang nanti dikembalikan ketika mengembalikan pass ticket. Petunjuk penggunaan dan pembelian tiket kereta ada keterangannya dalam bahasa Inggris, tinggal ikuti saja seperti kita menggunakan mesin ATM.

Di dekat mesin tiket ada juga mesin penukaran uang. Tinggal ikuti petunjuk, masukkan uang yang mau ditukar ke receh atau mata uang lebih kecil. Pada waktu itu saya bingung bagaimana caranya menukar uang 10.000 won ke pecahan 1.000 won karena mesin penukarnya semua berhuruf Hangeul. Untunglah ada seorang bapak yang baik hati membantu saya, walaupun kami sama-sama berbahasa kalbu karena sang bapak tidak bisa berbahasa Inggris, dan saya juga tidak bisa berbahasa Korea. Tetapi yang saya rasakan waktu itu, kendala bahasa bisa kalah dengan ketulusan hati. Kesan pertama saya berkomunikasi dengan bahasa kalbu begitu menggoda :D

Saya memilih AREX karena lebih murah, bebas macet, dan kebetulan hostel tempat saya menginap lokasinya berseberangan dengan stasiun subway. Perjalanan AREX kurang lebih 46 menit. Pemberhentian terakhir adalah Seoul Station, tapi kami turun di stasiun Hongik karena satu jalur dengan stasiun yang kami tuju yaitu stasiun Euljira il (1) ga. Kebanyakan penumpang waktu itu orang-orang tua, opa oma yang sepertinya baru pulang liburan seputar Korea. Perasaan masih campur aduk dan merasa nyawa belum kumpul juga :D. kami membeli T-money dan langsung mengisinya ketika sampai di stasiun pertama. T money bisa dibeli di supermarket seperti GS25 atau family mart (kalau di Indonesia seperti Alfamart atau Indomart). Harganya 2.500 won. Pengisian deposit kartu bisa diisi berapapun dan mesinnya ada di setiap stasiun. Tinggal masukkan uang dan ikuti petunjuk pemakaian berbahasa Inggris di mesin T-Money.

Ketika sampai di stasiun Hongik, ada satu cowok yang tiba-tiba mendatangi saya dan bertanya apa butuh bantuan, padahal waktu itu sih belum niat nanya, tapi mungkin karena ekspresi bingung saya keliatan banget ya, hahaha. Sebenernya mas nya itu gak fasih bahasa inggris, tapi dia berusaha banget jelasin rute.. gwaenchanayo oppa, saya belom bingung kok, Cuma belom ngumpul nyawa dan masih tersepona dengan kondisi Seoul yang berbanding 180 derajat dengan Jakarta. Sesampai di stasiun Euljira Il (1) Ga, saya kebingungan karena sebelumnya tidak bertanya di mana pintu exit. Akhirnya setelah berusaha membaca petunjuk exit, saya tidak tersesat dan berhasil sampai hostel dengan selamat. Saya keluar lewat exit 2.

Myeongdong Hostel adalah salah satu cabang dari Seoul Backpackers. Saya memilih hostel ini karena ada kamar dormitory khusus perempuan dan lokasinya sangat strategis. Kamar saya lumayan bersih, dengan dua bed tingkat (total 4 kasur) ada handuk dan dapet kopi/teh di pagi hari. Ada juga dapur dan ruang komputer. Ketika check in, langsung bayar lunas untuk sejumlah malam menginap ditambah deposit 10.000 won yang bisa diambil ketika check out.

Teman sekamar pertama saya adalah cewek-cewek Italia dan Spanyol. Pada saat saya masuk, kondisi kamar benar-benar berantakan. Barang mereka memenuhi kamar.. ckckckckck… jorok juga bule ini. saya mendapat extra free satu malam karena menginap lebih dari 6 malam berturut-turut. Setelah membersihkan diri, tujuan pertama saya adalah Itaewon.

Itaewon
Itaewon sudah menjadi tujuan turis di Seoul sejak lama. Itaewon merupakan kawasan yang dibentuk pada waktu Perang Korea di mana para tentara Amerika Utara mulai menetap di sini. Sejak saat itu kawasan ini berkembang menjadi “global village” di mana orang-orang dari berbagai negara bertemu dan berbagi budaya unik mereka masing-masing. Kita dapat menikmati restoran khas berbagai negara, mulai dari timur tengah, barat, hingga asia, termasuk Indonesia.

Seoul Central Mosque of Seoul terletak di kawasan Itaewon. Jika naik subway ambil Line 6 dan turun di Stasiun Itaewon. Dari pintu keluar, jalan kira-kira 500 meter. Karena lokasinya agak masuk ke dalam, saya sempat kebingungan, tapi Alhamdulillah, menara masjid bisa jadi patokan. Ketika sampai, masjid keliatan lengang, karena belum datang waktu sholat.

Kami sampai sekitar jam setengah dua siang. Alhamdulillah sempat sholat sunnah, walaupun hanya tayammum karena gak nemu toilet. Lokasi yang agak menjorok ke dalam, tidak mengurangi keindahan dan kemegahan masjid ini. Pemandangan seputar Seoul yang indah juga bisa dilihat di pelataran halaman masjid.

Setelah bernarsis ria di Masjid, kami langsung mencari warung padang yang digosipkan ada di dekat masjid, tapi setelah berputar-putar, banyak toko yang tutup hari itu. Akhirnya kami memutuskan untuk makan di rumah makan india muslim. Jenis makanan banyak variasinya dan harganya juga tidak begitu mahal antara 5.000-15.000 won. Namun, setelah saya mencoba nasi bumbu ala India, saya tiba-tiba merindukan masakan mama di rumah, hehehe. Bumbunya terlalu terasa tajam dan spicy.

Di Itaewon banyak sekali toko-toko makanan dan perlengkapan muslim. Jadi kalau ke Itaewon pada hari pertama dan tidak bawa perbekalan konsumsi dan lain-lain, sempatkan belanja di Itaewon. Karena ini adalah pusat produk halal di Seoul.

Namsan Tower
Setelah makan siang, kami bergegas ke halte bis dan berniat untuk naik bis ke Namsan Tower. Kami menumpang bis nomor 03 berwarna kuning. Nyaman sekali dan bisa melihat kota Seoul dan hiruk pikuknya. Saya turun di pemberhentian terakhir, di pintu masuk Namsan Tower. Cukup ramai keadaan pada saat itu.

Kalau naik subway ambil line 3, turun di Stasiun Dongguk University exit 6, kemudian naik Namsan Shuttle Bus.  Atau kita juga bisa menggunakan cable car dengan biaya 7.500 won menuju Namsan Tower dengan cara naik subway line 4, turun di Myeongdong, kemudian exit 3, jalan kaki ke arah the Pacific Hotel kira-kira 10 menit kea rah cable car station.

Jalan menuju Namsan Tower sangat indah. Saya serasa berada di Korea, hahaha. Karena letaknya di atas bukit, saya bisa melihat kota Seoul yang sangat indah. Pepohonan masih gundul dan hanya menyisakan batang dan ranting yang tidak kalah indahnya. Cuaca semakin sore semakin dingin karena angin juga lumayan kencang. Sebelum masuk ke Namsan Tower, saya sempat berfoto di lokasi shooting Boys Before Flower yang adegan Gu Jun Pyo menunggu Jan Di di tengah hujan salju.

Kawasan N Seoul Tower memiliki beberapa spot seru yaitu : N terrace (kita bisa melihat indahnya pemandangan dari teras di samping N Seoul Tower yang dikelilingi gembok-gembok pasangan yang memenuhi pagar pembatas), beberapa café dan restoran baik khas Korea maupun Eropa, Teddy Bear Museum, Digital Observatory, Teddy Bear shop, Gift shop, dan Olive Young.

Spot yang paling saya sukai adalah Love tree, di mana ratusan atau malah ribuan gembok pasangan digantungkan di sana. Sayang ketika itu saya datang dengan status jomblo..hahaha. setelah puas menikmati gembok-gembok cinta, saya masuk ke dalam Namsan Tower. Saya membeli tiket paket yaitu untuk masuk ke Teddy Bear Museum dan Namsan Observatory sebesar 12.000 won.

Dari atas Digital Observatory yang letaknya di lantai atas Namsan Tower, kita bisa melihat 360 derajat keliling kota Seoul. Sangat indah!. Waktu itu mendekati magrib, jadi waktunya sunset. So romantic… di sini kita juga bisa membeli souvenir khas Namsan Tower seperti mug, notebook, stiker, gantungan kunci, dan lain-lain. Selain itu, rest room alias toilet di sana sangat mewah. Dindingnya kaca, sehingga kita bisa melihat pemandangan dari atas tower sama seperti ruangan di lantai yang sama.

Dongdaemun
Setelah puas menikmati kota Seoul dari atas Namsan Tower, saya bergegas turun dan berencana mencari jaket parasut di Dongdaemun. Saya kembali menaiki bis Kuning no. 03 dan turun di stasiun subway terdekat menuju Dongdaemun market (stasiun Dongdaemun History and Culture Park, Line 5, exit 14, 250 meter berjalan kaki).

Ternyata kawasan belanja Dongdaemun benar-benar besar! Saya sampai bingung harus mulai mencari dari mana. Akhirnya saya memutuskan untuk masuk ke salah satu bangunan di seberang Doota Mall karena saya terlalu lelah untuk mencari zebra cross dan menyebrang ke Doota. Tapi pencarian saya tidak membuahkan hasil. Saya tidak menemukan jaket parasut yang saya cari.

Dongdaemun merupakan kawasan belanja yang terkenal dengan night shopping-nya. Banyak toko yang buka 24 jam. Dongdaemun merupakan pusat pakaian, baju, sepatu, tas, dan aksesoris baik satuan maupun borongan. Banyak jajanan pinggir jalan juga di daerah ini pada malam hari. Jika ingin berbelanja hingga lewat tengah malam, perlu diketahui bahwa sarana transportasi umum terakhir beroperasi pada pukul 23.30 KST.
Jika kondisi saat itu tidak terlalu dingin dan kaki saya masih kuat untuk berkeliling, pasti saya akan nekat berkeliling kawasan Dongdaemun, karena baju-baju yang dijual, jika kita pintar memilih, dengan kualitas ok, kita bisa mendapatkanya dengan harga murah.

Karena terlalu lelah, saya memutuskan untuk segera kembali ke hostel dan beristirahat. Hari pertama ternyata sangat melelahkan, mungkin efek perjalanan yang lumayan lama dan kondisi dingin yang sangat menyiksa. Sebetulnya suhu tidak terlalu dingin tapi angin yang serasa menampar muka yang benar-benar membuat hidung saya sampai tidak berhenti berair dan luka pada hari pertama.

DAY 2

Geongbokgung Palace
Hari kedua di Seoul. Destinasi pertama adalah Istana Gyeongbokgung (Gyeongbokgung Station, Line 3, exit 5, 5 menit berjalan kaki).  Sesampainya di stasiun tujuan, saya terpesona dengan desain stasiun yang meniru konsep istana jaman dulu. Dinding dan lantainya terbuat dari batu yang sama dengan batu-batu di istana-istana Korea. Ternyata tiap stasiun memiliki konsep dan desain yang berbeda dan pastinya sangat bersih. Begitu juga toiletnya. Toilet di Seoul adalah satu dari sekian hal favorit yang saya temui di Korea. Untuk fasilitas tidak usah ditanya, dari toilet, supermarket, atm, sampai tempat khusus menyusui (nursing room) ada di stasiun subway.

Saya membeli tiket paket istana seharga 10.000 won. Ini lebih irit dibandingkan membeli tiket per istana. Ada 5 istana yang bisa dikunjungi dengan tiket paket ini, yaitu: Gyeongbokgung palace, Changgyeonggung palace, Changdeokgung palace, Deoksugung palace, dan Jongmyo shrine. Tiket bisa dibeli dipintu masuk istana  Gyeongbokgung. Jika membeli tiket satuan harganya 3.000 won untuk dewasa, 1.500 won untuk usia 7-18 tahun, dan gratis untuk anak di bawah 6 tahun.

Istana Gyeongbokgung didirikan oleh Raja Taejo pada dinasti Joseon tahun 1392. Salah satu perintah yang harus dilaksanakan adalah memindahkan pusat kerajaan dari kota kuno Kaesong (sekarang ada di Korea Utara) ke Seoul. Pusat kerajaan memerlukan istana, karena itulah pada tahun 1394 proses pembangunan dimulai untuk membangun kediaman raja. Lokasi dipilih di kaki gunung Bugaksan, sebagai gunung penjaga Seoul dari utara dengan menggunakan prinsip fengshui. Istana baru tersebut diberi nama Gyeongbokgung atau istana besar dengan berkah surga. Istana ini merupakan jantung Korea pada masa awal Joseon (1392-1910) termasuk masa emas di bawah kepemimpinan Raja Sejong (1418-1450).

Selama masa invasi Jepang (1592-1598), Gyeongbokgung sempat mengalami kebakaran besar, tapi kemudian istana ini dibangun kembali pada tahun 1867 sebagai tempat kediaman kerajaan utama. Rekonstruksi istana termasuk di dalamnya pembangunan kompleks besar dengan taman-taman, kolam-kolam, lapangan. Sebagian besar bagian istana dihancurkan pada masa koloni Jepang (1910-1945), namun usaha restorasi kembali dilakukan sejak Korea merdeka pada tahun 1945. Saat ini istana Gyeongbokgung merupakan salah satu tujuan wisata yang paling banyak dikunjungi. Di dalamnya terdapat dua museum penting Korea Selatan yaitu The National Folks Museum dan National Palace Museum of Korea.

Istana Gyeongbokgung dibuka setiap hari kecuali Selasa pukul 09.00-18.00 KST (Korea Standard Time). Upacara pergantian penjaga istana setiap satu jam sekali dari pukul 10.00-16.00 KST. Lokasi istana yang terletak di tengah-tengah kota metropolitan Seoul membuat saya terpesona. Bangunan tua yang berusia ratusan tahun bersanding dengan gedung-gedung pencakar langit. Kondisi yang sangat berbeda dengan tanah air. Seandainya saja kita, warga bersama pemerintah Indonesia mau mulai menghargai warisan budaya seperti bagaimana bangsa Korea menjaga warisan nenek moyangnya, saya yakin sekali Indonesia bisa bersaing dengan Korea dan negara maju lainnya dalam hal promosi pariwisata. Apa sih yang Indonesia tidak punya? Kita punya segalanya, hanya saja kita tidak mau serius menjaga dan menghargai apa yang kita punya.

Di Gyeongbokgung lah saya menemukan sakura Korea untuk pertama kali. Belum berbunga sempurna tapi tetap saja saya sangat antusias melihatnya. Ini sakura pertama seumur hidup saya..hehehe. pagi hari ketika saya datang istana masih terlihat sepi, namun semakin siang, semakin ramai pengunjung baik domestik maupun mancanegara.

Kita bisa membeli souvenir khas Geongbokgung dan Korea di sini. Ada satu konter khusus yang menjualnya. Namun, souvenir yang ada di sana juga dijual di pusat-pusat perbelanjaan murah seperti Namdaemun dan Insadong.

Sekali lagi saya terpesona dengan toilet di Korea. Di sini juga pertama saya melihat wc jongkok ala korea yang bentuknya aneh. Saya perlu beberapa saat mempelajari bagaimana menggunakan wc jongkok tersebut.

National Folk Museum
Setelah puas berkeliling seputar istana Gyeongbokgung, saya kemudian menuju National Folk Museum. Saya hanya menunjukkan tiket paket istana dan tidak dikenakan biaya masuk lagi. Di dalam kawasan ini terdapat beberapa spot diantaranya 3 ruang pameran (Sejarah Bangsa Korea, Cara Hidup Bangsa Korea, dan Siklus Kehidupan Bangsa Korea), Children Museum, Open-air exhibition (rumah-rumah dan bangunan masa lalu)dan learning center for traditional culture.

Blue House dan Cheongwadae Museum
Setelah berkeliling Museum, saya menuju ke istana presiden yang lebih sering disebut Blue House. Letaknya persis di samping atau belakang istana Gyeongbokgung. Di daerah ini penjagaan super ketat, polisi dan intel terlihat di setiap sudut jalan. Kawasannya sangat indah. Rumah kediaman presiden Korea Selatan ini terletak persis di bawah gunung Bulgaksan. Pada saat saya datang sedang ada kunjungan dari Malaysia, makanya di sepanjang jalan bendera Korea dan Malaysia berjejer rapi.
Di ujung jalan kawasan Blue House terdapat taman dengan lapangan yang lumayan luas terletak di tengah-tengah ruas jalan dan persis di depan Cheongwadae museum. Saya sangat bersemangat mengunjungi museum ini karena sebelumnya saya pernah melihat foto teman yang berfoto di duplikat meja presiden, dan saya berjanji jika ke Korea suatu saat, saya harus merasakan juga bagaimana duduk di kursi presiden..hehehe.

Berbeda dengan museum kebanyakan di tanah air, saya takjub terhadap diri saya sendiri. Di Seoul saya sangat menikmati perjalanan saya dari satu museum ke museum lainnya. Mungkin karena di sana museum dibuat seatraktif mungkin. Bahkan sedari Play group, anak-anak sudah dikenalkan untuk mulai mengunjungi museum. Saya hampir setiap saat bertemu rombongan anak-anak ketika berkunjung ke museum. Mereka sangat menggemaskan.

Di Cheong Wadae museum sendiri banyak informasi yang kita dapatkan seputar Seoul dan Korea pada umumnya. Display baik foto maupun elektronik dibuat sangat menarik. Saya mendapatkan teh korea gratis ketika masuk yang diberikan oleh ibu-ibu cantik yang memakai hanbok. Mereka sangat ramah, dan seperti biasa, saya meminta mereka untuk berfoto bersama.

Yang membuat saya terpesona adalah satu display besar foto-foto artis Korea dalam drama yang pastinya sudah kita hapal, seperti Boys Before Flower, Jewel in the Palace, Winter Sonata, dan lain-lain. Selain informasi seputar Seoul dan Korea, ada display khusus koleksi presiden-presiden Korea baik kepunyaan pribadi maupun hadiah dari presiden dan pemimpin negara sahabat. Ada juga memo dari presiden-presiden lengkap beserta kesan-kesan mereka selama berkunjung di Korea.

Setelah puas melihat koleksi presiden, ruangan selanjutnya adalah duplikat meja kerja presiden. Akhirnya… saya berhasil mengabadikan diri saya di sana. Selain itu ada juga studio foto gratis, berfoto bersama Presiden dan Ibu negara.  Kita hanya diminta mengisi alamat e-mail agar hasil foto bisa dikirimkan. Selain itu juga kita bisa bernarsis ria karena disediakan beberapa komputer yang bisa kita pilih latar belakangnya (tentu saja semua latar belakang yang berhubungan dengan Korea) dan seperti sebelumnya kita hanya butuh mengisi alamat e-mail saja.

Ruangan selanjutnya adalah ruangan G20. Di sini terdapat meja bundar besar lengkap dengan bendera negara G20 termasuk Indonesia. Di sekeliling ruangan dipajang foto-foto kegiatan G20. Sebagaimana yang kita ketahui, tahun 2010 pertemuan G20 dilangsungkan di Seoul. Setelah puas berkeliling, saya membeli beberapa kartu pos dan tempelan kulkas di toko souvenir yang letaknya di lantai dasar museum.

Setelah puas melihat-lihat isi museum, saya melanjutkan perjalanan menuju Kuil Jogyesa. Karena di dekat museum hanya terdapat halte bis dan saya cukup lelah untuk berjalan kaki mencari stasiun subway. Sekedar tips saja, jika kita ada di suatu tempat dan malas berjalan kaki karena stasiun subway jauh, kita bisa naik bis dan turun di stasiun subway manapun. Dari stasiun subway tempat kita turun, kita bisa langsung membaca peta subway dan menentukan line mana saja yang harus kita ambil untuk menuju tempat yang ingin kita datangi selanjutnya.

Jogyesa Temple
Kuil Jogyesa (Jongak Station,  Line 1, exit 2 atau Anguk Station, Line 3, exit 6) merupakan kuil umat Budha yang juga digunakan dalam festival rutin tahunan “The Lotus Lantern Festival” menyambut ulang tahun Budha. Festival yang sudah berlangsung lebih dari 600 tahun dalam sejarah seoul ini berasal dari tradisi Gwandeongnori yang masih dilestarikan hingga saat ini.

Festival dimulai dengan Jangeomdeung (cahaya besar) yang dibuat dari susunan lampu-lampu yang membentuk kuil di Seoul Plaza, dilanjutkan dengan parade lotus lantern atau biasa kita sebut lampion dengan warna-warni indah. Festival berlangsung antara bulan April-Mei setiap tahunnya. Turis juga bisa mencoba pengalaman membuat lampu lampion sendiri di festival ini. Saat saya di sana, festival belum dimulai, namun persiapan sudah mulai dilakukan. Sudah banyak lampion warna-warni yang dipasang di sekeliling kuil Jogyesa.

Bukchon Hanok Village
Dari kuil Jogyesa saya memutuskan untuk berjalan kaki menuju Bukchon hanok village. Kebetulan waktu itu saya melewati Insadong, tapi tidak sempat mampir untuk melihat-lihat karena pada waktu itu saya masih belum bisa menemukan letak pasti dari Bukchon hanok village. Untunglah saat itu saya bertemu dengan orang-orang dari KTO dan mereka memberi arah lengkap dengan peta Bukchon. Namun, ternyata saya harus berjalan cukup jauh untuk menemukan Bukchon hanok village. Saya sangat ingin menemukan rumah yang menjadi lokasi syuting Personal Taste. Tapi sayangnya setelah berputar-putar cukup jauh, saya tidak bisa juga menemukan rumah tradisional khas Korea tersebut.

Kompleks sekitar Bukchon hanok village sangat artistik. Banyak sekali toko-toko seni, galeri, dan kafe yang sebenarnya sangat nyaman dan menarik untuk dikunjungi. Tapi karena jadwal tempat yang harus didatangi hari itu masih ada saya hanya menikmati perjalanan saya menyusuri sepanjang jalan di kampung hanok tersebut.

Myeongdong
Tujuan saya selanjutnya adalah Myeongdong. Sebenarnya tidak ada keinginan untuk mengunjungi tempat belanja di hari-hari awal saya di Seoul. Namun, karena kondisi kulit dan bibir saya sangat kering, saya terpaksa harus mencari produk kosmetik untuk menyelamatkan kulit saya. Karena ternyata pelembab bibir dan wajah saya tidak mempan melawan dinginnya Korea. Myeongdong terkenal sebagai pusat kosmetik khas Korea yang kualitasnya terkenal baik dan murah. Dan benar saja, berbelanja kosmetik di Myeongdong sangat menyenangkan. Saya sampai lupa waktu karena asyik mencoba berbagai macam kosmetik.

Yang juga membuat belanja kosmetik di Myeongdong menyenangkan adalah sebelum membeli apapun, kita sudah dapat bonus. Dan bonus berupa sampel kosmetik, bb cream atau masker wajah akan ditambah lagi jika kita membeli produk di sana. Dan jangan takut soal harga. Kosmetik di sana cukup murah dan berkualitas. Saya membeli lip balm merk Etude House. Dan benar saja, belum berapa lama setelah saya pakai, bibir saya lebih enakan dan tidak perih lagi.

Setelah puas berkeliling mencoba berbagai produk kosmetik, saya mulai melirik ke penjual makanan di tengah jalan sepanjang kompleks belanja Myeongdong. Ya, tengah jalan, bukan pinggir jalan. Saya mencoba ddobokki yaitu kue beras yang diberi saus cabe. Rasanya.. seperti empek-empek tanpa rasa ikan yang diberi saus cabe. Kalau menurut saya rasanya biasa saja. Hanya penasaran bagaimana rasa ddobokki yang terkenal itu.

Terakhir, satu hal yang saya ingin temukan dan rasakan ketika ada di Myeongdong adalah mencicipi es krim setinggi 30 cm yang ada di sana. Penjualnya gak kalah ganteng sama personel boy band Korea. Saya heran, apa semua orang Korea mukanya seganteng artisnya ya? Hahaha.

Malam itu cuaca dingin tapi saya nekat ingin mencoba es krim itu. Rasanya yummy… dengan harga yang tidak begitu mahal, hanya 1.500 won, kita bisa mencicipi es krim setinggi itu. Kalau saja saat itu musim panas, pasti akan langsung habis dalam sekejab. Tapi karena saat itu dingin sekali, saya perlu berjuang menghabiskannya.. hahaha.

DAY 3
Changdeokgung Palace dan Suwon (Secret Garden)
Hari ketiga diawali dengan pagi yang lebih dingin dari sebelumnya. Hujan mengguyur kota Seoul sedari malam. Kalau saja di rumah, pasti saya sudah menarik selimut dan melanjutkan tidur di pagi sedingin itu, ditambah kaki masih pegal sangad. Tapi ini Seoul! Saya pun bergegas untuk memulai petualangan selanjutnya. Untunglah saya sudah menyiapkan payung. Jadi perjalanan saya tidak akan terhambat hanya karena hujan.

Tujuan pertama adalah Istana Changdeokgung yang juga merupakan salah satu warisan sejarah yang sudah diakui dunia (UNESCO world heritage). Istana ini terletak di daerah Jongno-gu (Anguk Subway station, Line 3, exit 3). Istana ini juga salah satu tempat yang dikunjungi oleh para first lady dari negara-negara G20 termasuk Indonesia pada saat konferensi G20 berlangsung di Seoul. Istana ini merupakan istana kedua yang dibangun setelah Gyeongbokgung pada tahun 1405.

Changdeokgung sempat mengalami kebakaran pada masa invasi Jepang pada tahun 1592 yang memang dibakar oleh warga yang marah ketika istana tersebut diinvasi. Pada tahun 1611, Gwanghaegun merestorasi istana ini sehingga keindahannya bisa dinikmati sampai saat ini. Istana ini tutup pada hari senin dan jika kita sudah memiliki tiket paket istana, kita tidak perlu membayar biaya masuk sebesar 3.000 won.

Ketika saya hendak masuk ke Suwon (Secret Garden) ternyata saya harus menunggu hingga pukul 11.30 karena khusus masuk ke Suwon, kita harus berkelompok yang nantinya akan disediakan tour guide. Ada tiga kelompok yaitu: khusus untuk turis lokal/Korea, Jepang, dan Inggris. Untuk tour berbahasa Inggris jadwalnya adalah pukul 11.30 dan 14.30. Karena waktu itu masih agak lama buka, saya memutuskan untuk mencari tempat hangat karena suhu semakin dingin ditambah hujan yang juga tidak kunjung berhenti.

Ternyata semakin siang hujan tidak juga berhenti, malah suhu semakin dingin. Namun siksaan dingin bisa sedikit dinetralisir oleh istana Changdeokgung yang sangat indah. Beberapa pohon sakura juga terlihat mulai berbunga. Saya sempat  menikmati secangkir coklat hangat di kafe di dalam istana dan berkenalan dengan seorang bapak asal Jepang. Walau bahasa Inggrisnya tidak begitu lancar, beliau sangat bersemangat bertanya tentang Indonesia.

Setelah merasa badan sedikit hangat, dan waktu sudah menunjukkan pukul 11.30, saya melanjutkan perjalanan ke Suwon atau Secret Garden. Ada tambahan biaya masuk sebesar 5.000 won. Saya satu rombongan dengan keluarga yang berasal dari Thailand. Jika ingin masuk ke Suwon, ada beberapa jadwal. Ada jam khusus turis Korea, Jepang, dan Inggris. Saya harus menunggu cukup lama untuk bisa masuk karena saya datang lumayan pagi. Dari pintu masuk saja bisa saya bayangkan indahnya. Dan ternyata tidak menyesal saya menunggu cukup lama karena Suwon sangat indah.

Sebenarnya tur bisa lebih menyenangkan jika hujan tidak terus-menerus turun dan cuaca semakin dingin. Terdapat beberapa kolam dengan berbagai ukuran yang masing-masing memiliki filosofinya sendiri. Ada juga perpustakaan jaman kerajaan yang saat ini koleksi buku-bukunya sudah tersebar di museum dan beberapa universitas, walaupun banyak diantara koleksi tersebut sudah terbakar atau dirampas pada masa invasi Jepang.

Hingga saat ini usaha untuk mengembalikan situs-situs bersejarah termasuk buku-buku masih terus dilakukan. Suwon sendiri pada masa kerajaan tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam. Hanya keluarga kerajaan inti yang bisa masuk ke sana. Suwon merupakan tempat refreshing bagi keluarga kerajaan.

Ternyata tour guide kami yang bernama Mr. Lee (saya selalu mendapatkan tour guide bermarga Lee) mengajak kami berkeliling kebun yang lumayan luas dan berbukit-bukit.Rasanya seperti hiking naik gunung. Tapi karena pemandangan sekeliling sangat indah, saya hanya sedikit saja menggerutu karena kelelahan, hehehe. Suwon didesain sedemikian rupa agar tidak mengubah bentuk aslinya.  Terdapat air terjun dan pohon yang usianya lebih dari 300 tahun.

Saya bisa membayangkan jika bunga-bunga sakura sudah berbunga sempurna, pasti Suwon akan terlihat lebih indah. Namun jika saya mengamati kartu pos yang ada di toko souvenir, Suwon sangat indah dikunjungi pada saat musim gugur karena pepohonan berbagai macam warna full mengelilingi kawasan taman istana ini. Kurang lebih satu jam saya mengelilingi Suwon alias Taman Rahasia Kerajaan ini dan menikmati sejarah Korea lengkap dengan keindahan alamnya.

Jongmyo Shrine
Perjalanan selanjutnya adalah Jongmyo Shrine. Letak Jongmyo tidak begitu jauh dari Istana Chengdeokgung. Kurang lebih 10 menit berjalan kaki kita sudah sampai di Jongmyo. Jangan lupa bertanya ke pusat informasi di dekat pintu masuk istana Changdeokgung untuk mengetahui rute ke Jongmyo, jadi kita tidak perlu berputar-putar terlalu jauh.

Jongmyo memiliki jadwal kunjungan sama seperti Changdeokgung. Untuk tour berbahasa Inggris pada pukul 13.30 siang. Saya bertemu dengan turis asal Amerika yang datang berkelompok. Tour guide saya seorang wanita. Ia mengajak kami menonton film documenter tentang acara-acara keagamaan dan kerajaan yang rutin diselenggarakan di Jongmyo. Jongmyo shrine merupakan tempat untuk melantik Raja baru dan juga sebagai tempat peletakkan kapsul leluhur para raja.

Saya menyempatkan untuk sholat zuhur sekaligus ashar di salah satu bangunan di dalam Jongmyo. Selama di Korea saya hanya bisa menemukan satu tempat khusus sholat yaitu di kantor KTO dan selebihnya saya pernah sholat di pinggir jalan dan stasiun subway, biasanya di luar toilet atau di ruang menyusui bisa dipakai. Di pintu masuk terdapat jalan setapak yang dibuat dari batu. Pada awalnya saya hanya mengira itu jalan setapak biasa dan bisa dilewati begitu saja, tetapi ketika pulang, tour guide kami mengatakan bahwa jalan setapak  itu merupakan jalan khusus arwah yang tidak boleh diinjak oleh pengunjung.

Bangunan utama di Kuil ini juga ditutup untuk umum. Bahkan untuk tangganya saja pengunjung tidak boleh menaikinya. Namun, sore itu tour guide saya mengizinkan saya mencoba menaiki anak tangga di samping gedung utama yang berjumlah empat tingkat, walau hanya sampai ke tingkat 3 saja. Ia lalu meminta saya mengamati pemandangan dari tingkat tiga tersebut. Ia menyebutkan kalau saya tidak salah menangkap maksudnya adalah saya bisa melihat surga dari tingkat tersebut. Tapi jujur saja, saya hanya melihat tiang-tiang merah berjajar rapi. :D

Kimchi Museum (COEX Mall)
Setelah selesai mengelilingi kompleks Jongmyo, saya bergegas ke tempat selanjutnya yaitu Kimchi Museum di COEX Mall. Saya menyusuri kembali jalan yang saya lewati sebelumnya menuju stasiun subway. COEX mall berada di kawasan Cheongdam-dong (Samseong Station, Line 2). Mall ini merupakan kawasan belanja bawah tahan yang luas dengan banyak sekali restoran, toko-toko, dan fasilitas hiburan.

Saya makan siang menjelang sore di KFC yang berada tidak jauh dari pintu keluar stasiun subway. Rasanya jauh lebih nikmat KFC ala Indonesia karena KFC di Korea lebih hambar dan kurang bumbu, ditambah lagi harapan saya untuk bisa menemukan nasi musnah juga karena di sana tidak disediakan nasi.

Saya sempat melihat Hyundai Departement Store (untuk penggemar Super Junior terutama Choi Si Won pasti tidak asing lagi dengan supermarket ini) yang merupakan salah satu supermarket terbesar di Korea. Selain itu saya sempat mampir ke salah satu toko music dan membeli satu buah album Super Junior untuk kenang-kenangan. Ingin rasanya memborong semua album mereka lengkap yang berjejer rapi dari atas rak hingga bawah, namun saya harus mengingatkan diri saya untuk tidak menghabiskan uang di hari ketiga saya di Seoul.

Ketika saya sampai di Kimchi Field Museum ternyata museum sudah hampir tutup. Petugas menyarankan kami untuk tidak terlalu lama berkeliling. Saat itu tidak ada satupun pengunjung di sana. Biaya masuk 3.000 won. Di sini kita bisa melihat sejarah kimchi, macam-macam kimchi, contoh-contoh kimchi tiruan yang sangat mirip dengan aslinya tertata rapi di lemari pajangan. Saya juga sempat mencicipi kimchi yang disediakan. Rasanya seperti asinan sayur ditambah pedas bubuk cabe. Selain itu ada juga ruangan seperti ruang praktek untuk membuat kimchi. Namun, karena saat itu sudah sore dan menjelang tutup, ruangan tersebut terkunci. Kami cukup menikmati suasana museum yang seperti semua museum di Korea, ditata sangat rapi, artistic dan menarik.

Perjalanan hari itu cukup melelahkan dan sangat dingin. Hujan masih turun bahkan hingga kami sampai kembali di hostel. Saya memutuskan untuk mampir ke Lotte Free Duty Shop yang terletak di seberang hostel tempat saya menginap. Saya berencana mencari nasi siap saji di supermarket. Namun ternyata saya tidak bisa menemukannya. Akhirnya saya malah mampir ke pojok Lotte world star avenue di mana terdapat banyak sekali gambar-gambar artis Korea termasuk koleksi pribadi mereka, salah satunya poster Rain yang berjejer besar dan semarak disepanjang dinding Mall.

Saya sempat menuliskan wishes atau keinginan di kertas berbentuk bintang yang disediakan oleh petugas di sana. Saya sempat berfoto juga di wall of wish dan menempel bintang bergambar Rain berisi wishes saya ketika itu. Sebenarnya saya mencari Super Junior, tetapi sayang mereka bukan salah satu icon di Lotte world star avenue.

DAY 4

Seonyudo Bridge
Setelah diguyur hujan seharian di hari sebelumnya, perjalanan di hari ke empat saya mulai dengan sangat bersemangat karena pagi itu cuaca sangat cerah dan lumayan hangat. Perjalanan hari ini cukup panjang dan banyak tempat menarik yang akan saya kunjungi. Yang pertama adalah Seonyudo bridge yang merupakan tempat syutting drama Boys Before Flower. Saya langsung jatuh cinta pada tempat itu ketika melihatnya pertama kali dan sangat ingin mengunjungi tempat itu suatu hari ketika saya bisa ke Seoul.

Pagi itu subway masih lengang karena saya berangkat cukup pagi. Ketika sampai di tujuan (Seonyudo Station, Line 9) ternyata lokasi jembatan dekat dengan kompleks sekolah. Jalanan sangat lengang, dan beberapa sepeda terparkir rapi di pinggir jalan. Di tengah perjalanan saya menemukan spot olahraga di pinggir jalan. Saya mencoba beberapa alat olahraga yang sering juga saya lihat di drama-drama Korea yang pernah saya tonton. Menyenangkan sekali, dan ternyata kelakuan saya cukup membuat orang-orang yang berlalu lalang tersenyum geli. Maaf ya ahjussi ahjumma.. di Indonesia gak ada nih, kekekeke.

Lima menit perjalanan menuju jembatan Seonyudo, saya berpapasan dengan anak-anak sekolah SMA. Sepertinya mereka ada acara juga di areal taman Seonyudo. Pemandangan dari atas jembatan sangat indah. Kita bisa melihat sungai Han dan indahnya kota Seoul sekeliling kita memandang. Di sisi kanan sungai banyak pekerja yang sibuk mengangkut pohon, karena daerah di sekitar jembatan digunakan untuk menanam pepohonan yang nantinya jika sudah cukup besar akan dipindahkan ke tempat-tempat seputar kota.

Saya menikmati sarapan pagi berupa roti dan sekotak susu coklat di bangku taman sambil mengamati ramainya anak-anak SMA yang sibuk berfoto dan berlarian ke sana ke mari. Kalau anda salah satu penggemar drama BBF, ini adalah salah satu spot yang wajib dikunjungi karena tempatnya benar-benar indah. Inget dong adegan ketika Jan Di dan Ji Hoo ikut lomba foto pasangan dengan memakai baju pengantin. Di sini lah tempatnya. Selain jembatan, terdapat taman dengan halaman yang luas di tepi sungai Han. Sangat tepat mengunjungi tempat ini untuk sekedar duduk-duduk atau berolahraga di pagi atau sore hari.

Gwanghwamun Square
Gwanghwamun square adalah tujuan saya selanjutnya (Gwanghwamun station, line 5). Gwanghwamun square merupakan ciri khas Seoul. Gerbang Gwanghwamun pernah menjadi gerbang utama dari istana Gyeongbokgung. Di kawasan ini terdapat patung Raja Sejeong dan Admiral Yi Sun-Shin dengan latar belakang gunung Bugaksan dan gerbang Gwanghwamun dengan taman rumput dan bunga-bunga yang sangat indah. Sangat pas dikunjungi sore hari untuk berjalan-jalan atau sekedar menikmati pemandangan.

Tepat di bawah patung Raja Sejong, kita bisa mengunjungi The Story of King Sejong Exhibition Hall. Di dalam ruangan yang bisa disebut museum ini kita bisa melihat dan mengetahui kehidupan dan prestasi raja termasyur di Korea, King Sejong.

Cheonggyecheon Stream
Berjalan menyusuri Gwanghwamun square, tidak jauh dari sana terdapat Cheonggyecheon Stream. Menyusuri tepian sungai Cheonggyecheon merupakan salah satu aktivitas favorit turis maupun penduduk lokal. Ketika siang terik, mendengar gemercik air dan merasakan dinginnya air sungai merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan.

Walaupun tidak terlalu dalam, namun aliran sungai ini cukup deras dan sangat bersih. Sebelumnya sungai ini masih berbentuk seperti sungai biasa, dengan bebatuan dan tumbuhan yang tidak begitu terawat. Namun, pemerintah Seoul kemudian membangun proyek renovasi sungai pada tahun 2003.

Pada periode Joseon, Cheonggyecheon stream dinamai Gaecheon. Tidak jelas sejak kapan nama Gaecheon berubah menjadi Cheonggyeocheon namun kemungkinan besar sejak masa koloni Jepang berkuasa di Korea. Pada masa lalu, Cheonggyeocheon Stream terletak di dalam kawasan kastil. Daerah dalam kastil merupakan kawasan orang kaya dan berada sedangkan masyarakat biasa hidup di luar kastil. Tempat pertemuan adalah pasar di dekat Gwangtonggyo. Fakta bahwa terdapat 20 jembatan menggambarkan pertukaran antara utara dan selatan, antara bangsawan dan rakyat jelata.

Air mancur yang terdapat di 10 titik sepanjang sungai beroperasi mulai pukul 09.00-22.00, diistirahatkan selama 10 menit setiap jamnya. Air terjun tidak dioperasikan pada musim dingin (winter). Yang menjadikan kawasan sepanjang aliran sungai ini sangat indah adalah perpaduan antara unsur modern, antik, dan alam.

Sambil menyusuri pinggiran sungai Cheonggyecheon, saya mencari letak kantor KTO. Menurut staf hostel, gedung KTO terletak di pinggiran sungai. Tidak perlu waktu lama mencari karena lambang KTO tergantung besar di atas gedung. Letak kantornya sendiri di lantai bawah tanah. Saya butuh beberapa informasi seputar tempat-tempat yang ingin saya kunjungi besok dan meminta beberapa brosur pariwisata.

KTO Office
Begitu masuk ruangan, saya sangat takjub karena ternyata Korea benar-benar serius mengkonsep dan mempromosikan pariwisata di negaranya. Brosur perjalanan, tempat-tempat pariwisata, lengkap dengan peta, majalan wisata bulanan, informasi pengobatan tradisional dan modern ala Korea, sampai pojok artis Korea ada di sini.

Tidak heran, pojok pertama yang menarik mata saya adalah pojok artis. Di sini terdapat beberapa poster, patung, cap tangan dan foto-foto artis terkenal Korea. Saya sudah 4 hari di Seoul tapi belum menemukan satupun poster atau patung idola saya, Super Junior. Dan di Kantor KTO inilah saya menemukan patung Lee Dong Hae dan anggota SuJu lainnya berdiri megah diterangi sorot lampu yang membuat saya semakin terkesima. Ada juga Rain, SNSD, dan beberapa artis lain. Selain itu, ada juga toko souvenir berbau K-Pop di seberang pojok artis ini. Kita bisa membelinya dengan harga yang cukup terjangkau.

Saya menyempatkan sholat di sini. Ketika saya bertanya di mana arah kiblat, petugas KTO langsung mengantarkan saya ke ruangan yang ternyata Prayer Room. Waah… ini adalah prayer room pertama yang saya temukan di Korea. KTO memang OK! Saya acungi 4 jempol! Di ruang ibadah ini terdapat juga alQuran berabjad Hangeul, dan beberapa kitab lainnya. Arah kiblat juga ditempel di langit-langit ruangan.

Selain itu disediakan juga tempat wudhu di toilet. Subhanallah.. akhirnya saya bisa sholat dengan nyaman setelah hari-hari sebelumnya saya lewatkan dengan sholat di pinggir jalan, di pojok jalan, bahkan terakhir saya sholat di Jongmyo Shrine.

Deoksugung Palace
Setelah mengambil beberapa brosur perjalanan, majalah, peta, dan mendapatkan informasi rute menuju lokasi syuting drama Full House, saya melanjutkan perjalanan ke Istana Deoksugung (City Hall Station, Line 1, exit 2 atau 12). Istana Deoksugung terletak di tengah-tengah kepadatan kota Seoul, di seberang City Hall. Buka setiap hari kecuali Senin dari pukul 09.00-21.00 dengan tiket masuk 1.000 won. Saya memakai tiket paket istana yang saya beli di Geongbokgung. Istana ini terkenal dengan dinding batunya, yang sering sekali dijadikan lokasi syutting drama-drama Korea. Dan jika anda pernah melihat variety show Super Junior Full House, istana ini merupakan salah satu lokasi syuting acara variety show tersebut.

Selain terkenal dengan dinding batunya yang mengelilingi istana ini, istana Deoksugung merupakan satu-satunya istana yang memiliki bangunan bergaya barat di samping bangunan kuno ala Korea. Deoksugung sebenarnya merupakan milik Wolsandaegun (1454-1488), kakak laki-laki dari King Seongjong (1469-1494) pada jaman dinasti Joseon. Istana ini menjadi istana utama ketika Gwanghaegun (1575-1641) memegang tahta dan menamai istana ini Gyeongungung pada tahun 1611. Setelah beberapa lama, nama istana ini kembali menjadi Deoksugung.

Ada dua bangunan ala barat di dalam istana ini yaitu Jeongwanheon yang dibangun pada tahun 1900 dan Seokjojeon yang dibangun pada tahun 1905. Pada saat saya ke sana, bangunan ini sedang di renovasi. Ada kafe di dalam istana yang lokasinya sangat cozy untuk duduk-duduk santai di sore hari sambil menikmati pemandangan istana Deoksugung yang klasik dan megah.

Jika anda ingin mengikuti acara pergantian pengawal istana, datanglah pada pukul 11.00, 14.00, 15.30. Sedangkan untuk upacara patrol mulai pukul 11.25-12.15 KST di pintu gerbang utama istana. Rutenya : Deoksugung – Cheonggyecheon stream – Bosingak Pavilion. Pada pukul 15.40-16.10 rutenya : Deoksugung daehanmun – Sejong-ro – Gwanghwamun square. Kita juga bisa merasakan memukul lonceng raksasa yang letaknya di dalam istana Deoksugung mulai pukul 11.00-12.00.

Banpo Bridge
Tujuan terakhir pada hari itu adalah Banpo bridge. Awalnya saya berniat mengunjungi Jembatan Banpo di hari pertama, namun ternyata saya baru bisa ke sana di hari ke empat saya di Seoul. Selain itu cuaca hari itu sangat cerah, dan saya khawatir jika besok hujan seperti hari kemarin dan saya kesulitan melanjutkan perjalanan karena kondisi cuaca yang sangat dingin.

Banpo bridge (Terminal Express Bus Station, Line 3, exit 8) merupakan jembatan yang sangat terkenal di Korea dengan rainbow fountain nya. Ada 380 lubang air sepanjang jembatan (masing-masing panjangnya 570 meter, total 1140 meter) yang memompa air sungai dari ketinggian 20 meter. Rainbow fountain biasanya mulai beroperasi dari bulan April – Oktober. Jadwalnya 5 kali sehari dan 6 kali pada saat weekend dari pukul 12.00 sampai pukul 21.00 KST.

Pada hari saya ke sana ternyata belum ada rainbow fountain, dan setelah saya bertanya pada orang-orang sekitar sana yang sedang berolahraga, mereka mengatakan bahwa karena kondisi air masih sangat dingin, jadwal Rainbow Fountain di undur sampai bulan Mei. Namun, saya masih sangat penasaran dan tidak mau percaya begitu saja, karena untuk menuju Banpo Bridge, usaha saya sangat maksimal. Kaki sudah benar-benar pegal karena seharian sudah berkeliling tanpa henti. Selain itu semakin sore suhu semakin dingin.

Saya sempat membeli sweater di stasiun Terminal Bus Express namun tidak cukup menahan dingin angin yang semakin mendingin. Saya bertahan di pinggir sungai kurang lebih 2 jam, dan ternyata sampai pukul 20.00 lebih yang merupakan jadwal terakhir air terjun, saya harus menelan kekecewaan. Tidak ada air terjun hari itu.

Babtols dan ELF
Saya berjalan pulang dengan sangat lelah dan kedinginan. Namun di tengah jalan ternyata saya bertemu dengan dua cewek Indonesia yang juga hendak melihat Rainbow fountain. Ketika saya mengenali logat dan bahasa yang tidak asing lagi di telinga, spontan saya menghampiri mereka dan berkenalan. Ternyata mereka adalah PNS yang mendapatkan beasiswa belajar bahasa selama 1 tahun di Korea, mereka baru 1 bulan di Seoul, namanya Ringgi dan Etty. Dan ternyata lagi, Ringgi adalah ELF alias fans Super Junior. Mendadak kami seperti sahabat lama yang terpisah sekian lama. Tiba-tiba saja pegal dan dingin yang saya rasakan hilang. Ringgi mengajak saya ke Baptol Restaurant, resto milik Yesung Super Junior.

Setelah sepanjang perjalanan saya dan Ringgi bertukar cerita heboh, akhirnya saya sampai juga di Baptol (Hongik University Station, Line 2, exit 9). Dan ternyata… resto tersebut tutup pada pukul 20.00 malam. Saya sampai di sana sekitar pukul 22.00. Walaupun kecewa, namun saya sangat senang karena akhirnya menemukan lokasi resto yang rencananya akan saya kunjungi di hari-hari terakhir saya di Seoul.

Selain itu, Ringgi juga memberitahu saya nasi siap saji yang dijual di supermarket yang selama di Seoul tidak saya temukan. Saya membeli beberapa buah untuk persediaan yang bisa saya simpan di kulkas hostel dan bisa saya hangatkan di microwave kapanpun saya lapar. Selain itu saya membeli beberapa bungkus mie instan dan sandwich.

Hati-hati ketika membeli sandwich karena jika kita tidak hati-hati membaca tulisan yang semuanya Hangeul, bisa saja kita membeli sandwich isi babi (dwaejigogi). Saya salah satu korbannya. Saya membeli paket sandwich isi dua, saya hanya memperhatikan tulisan Hangeul yang artinya ikan tuna dengan warna bungkus hijau, dan ternyata bungkus satunya yang berwarna merah berisi daging babi.

Selain itu, untuk ramyeon (merk yang paling umum dan terkenal adalah Shin Ramyeon) walaupun tertulis seafood atau vegetarian, ternyata kandungan minyak babi atau kandungan babi lainnya masih ada. Untuk negara lain di luar Korea seperti Malaysia, sudah ada sertifikat halal untuk Shin Ramyeon. Namun belum untuk Indonesia.

Sepanjang yang saya amati, hanya ada sertifikat dari BPPOM dan Depkes, tidak ada sertifikat halal dari MUI. Karena itu, hingga saat ini saya belum pernah mencicip Ramyeon yang sebenarnya menjadi salah satu hal yang ingin saya rasakan di Korea. Saya sempat membeli tiga bungkus Shin Ramyeon dan pada akhirnya harus rela saya berikan pada teman sekamar dari Taiwan yang tentu saja sangat girang dengan pemberian saya tersebut..hehehe.

Sebelum berpisah dengan Ringgi dan Etty, saya sempat mampir di warung emperan pinggir jalan untuk mencoba otak-otak ikan ala Korea. Dan ternyata rasanya sangat enak, walaupun saya agak ngeri juga karena di pojok gerobak ada jeroan babi. Namun, Ringgi mengatakan itu ikan dan insyaallah halal dimakan, selain itu pancinya terpisah dan hanya direbus. Saya sempat bertukar e-mail dan berjanji untuk bertemu lagi di hari terakhir saya di Seoul untuk bersama-sama berburu Super Junior. Gomawoyo my new friends.. I had the great nite after almost freezing near the Han river..hehehe.

DAY 5

City Hall
Hari kelima saya berencana untuk menikmati pagi sambil berjalan kaki menuju City Hall of Seoul. Kebetulan letak hostel sangat dekat dengan lokasi City hall. Dan ternyata lagi, kami sudah melihatnya sebelumnya yaitu berseberangan dengan istana Deoksugung. Pagi itu sangat cerah. Saya berjalan kaki dari hostel yang kebetulan berada tidak jauh di belakang City hall.

Saya sempat mampir ke GS25 untuk membeli sarapan berupa roti dan susu kotak. Di bagian belakang sebuah gedung yang sedang di bangun terdapat banyak poster dengan tema Seoul Goodwill Ambassador dan ternyata Super Junior lah dutanya. Daebak!

Sampai di City Hall, suasana sudah sangat ramai. Banyak para orang tua dan manula berkumpul. Saya sendiri kurang tahu ada acara apa. Namun ada pentas musik dan games yang cukup menarik untuk dilihat. Saya kemudian melanjutkan perjalanan ke arah belakang istana Deoksugung untuk melihat dinding Deoksugung yang sangat terkenal dan sering dijadikan lokasi syutting film maupun video musik. Salah satunya MV untuk lagu Seoul Song yang dibawakan Super Junior dan SNSD.

Ternyata terdapat bangunan unik bergaya eropa di sekitar istana Deoksugung. Salah satunya Seoul Museum of Art. Saya kemudian berjalan kembali ke stasiun subway menuju Museum Leeum. Namun ternyata di Deoksugung sedang ada pergantian pengawal kerajaan. Ada juga bazaar yang disediakan oleh KTO di mana kita bisa meminjam baju hanbok dan berfoto bersama pengawal kerajaan. Masing-masing diberi waktu lima menit. Tapi sepertinya saya memakainya 10 menit lebih karena terlalu girang dan heboh akhirnya bisa memakai hanbok korea..hahaha. thanks to KTO. KTO memang de best!

Serasa putri, saya sangat menikmati 10 menit memakai hanbok dan berfoto bersama pengawal kerajaan. Saya sudah lama ingin sekali memakai hanbok. Tidak heran harganya mahal, karena hanbok yang bagus memang terbuat dari sutra berkualitas tinggi. Warna-warna cerah dan terang juga membuat hanbok lebih indah dipandang.

Saya sempat ditawari untuk mengikuti tur Deoksugung pagi itu, bahkan salah seorang pegawai KTO memberikan handphone nya kepada saya yang ternyata saya disambungkan langsung dengan pegawai di kantor KTO yang menjelaskan tentang tour Deoksugung dengan lengkap. Namun karena sebelumnya saya sudah sempat masuk dan masih banyak objek wisata yang belum saya kunjungi, maka saya pun menolak dengan halus dan berterimakasih sebelum melanjutkan perjalanan.

Leeum Samsung Museum of Art
Museum Leeum Samsung Museum of Art (Hangangjin Station, Line 6, exit 1/ bus no.11 0014 dari Itaewon) merupakan museum seni kontemporer yang menampilkan seni tradisional, modern, dan kontemporer Korea, sekaligus seni futuristic. Terdapat dua ruang pameran utama : Museum 1 untuk Seni tradisional Korea dan Museum 2 untuk seni modern dan internasional Korea. Museum buka setiap hari kecuali hari Senin dari pukul 10.30-18.00 KST.

Saya sempat masuk ke dalam museum namun akhirnya saya memutuskan untuk tidak masuk. Selain biaya masuknya yang lumayan mahal (10.000 won) saya melihat brosur yang disediakan dan saya pikir saya bisa melewatkan museum ini. Tapi jika anda penikmat seni kontemporer dan modern, museum ini layak untuk dikunjungi. Pada dasarnya pertama kali saya mengetahui tentang museum ini, satu hal yang saya ingin lihat adalah laba-laba raksasa yang terletak di halaman museum. Sangat unik dan menarik. Dan akhirnya saya bisa juga melihat dan memegangnya secara langsung.

Patung laba-laba raksasa yang terbuat dari tembaga ini dinamakan Maman (ibu dalam bahasa Perancis) yang dibuat oleh Louise Bourgeouis yang berkebangsaan Perancis namun berimigrasi ke Amerika Serikat. Karya-karya uniknya sering terinspirasi dari pengalaman buruk masa kecilnya. Patung Maman, yang mendapat banyak perhatian seniman dunia, merepresentasikan ketakutan tersembunyi yang dialami Bourgeouis pada masa kanak-kanak dan penyakit fantasi psikologis yang kuat.

Karya ini menggambarkan pengalaman menyakitkan dibesarkan oleh ayah yang otoriter dan penuh kasih sayang dan ibu yang introvert dan kompleks. Laba-laba betina yang melindungi telurnya di dalam sarang baja, menggambarkan insting seorang ibu. Kaki-kaki yang kurus dan ringkih menggambarkan kelemahan dan kerentanan manusia. Sangat menarik dan penuh filosofi. Karya ini ternyata juga terdapat di Jepang.

63 Building
Setelah menikmati sarapan pagi menjelang siang di lantai kayu dekat dengan laba-laba raksasa, saya melanjutkan perjalanan menuju 63 building. Banyak yang ingin saya lihat di dalam gedung tertinggi di Korea Selatan ini. Objek yang paling membuat saya penasaran adalah Sky Art, di mana kita bisa melihat seluruh Korea dari atas gedung pencakar langit.

Ketika sampai di stasiun pemberhentian sesuai saran KTO (Yeuinaru Station, Line 5, exit 4 atau 5) ternyata saya tidak menemukan 63 Building. Akhirnya saya menyusuri pinggiran Hangang park yang saat itu sangat ramai. Sepertinya ada event yang sedang diadakan. Saya masih fokus mencari 63 building yang tidak juga kelihatan.

Ada penyewaan sepeda di sepanjang Hangang Park, dan saya sempat mencicipi lagi otak-otak ikan di warung pinggir jalan. Saya juga tidak menemukan free shuttle bus yang seharusnya ada karena di website KTO juga disebutkan. Ternyata free shuttle bus terletak di Saetgang Station (line 9). Lebih dekat (jauh lebih dekat) dibandingkan jika kita turun di Yeuinaru station. Bus stand by di depan stasiun dan depan 63 building.

63 Building merupakan salah satu kebanggaan Seoul dan Korea Selatan. Bangunan tertinggi di Korea ini berdiri megah di sekitar salah satu kawasan tersibuk di Seoul. Untuk tujuan wisata ada banyak sekali pilihan objek, mulai dari Seaworld, Wax Museum, bioskop, hingga Sky Art yaitu menikmati Seoul dari puncak teratas gedung ini sekaligus merasakan sensasi naik turun lift setinggi 60 lantai.

Tujuan pertama saya di  63 Building adalah Wax Museum. Wax Museum hanya terdapat beberapa buah di seluruh dunia, salah satunya di Seoul. Banyak tokoh dunia yang bisa ditemukan patung lilinnya di sini. Tapi sedikit kecewa karena saya tidak menemukan patung Super Junior di dalamnya.

Saya sempat hampir pingsan di area misteri karena salah seorang petugas museum yang tadinya saya kira patung vampire tiba-tiba menjerit ketika saya lewat di depannya. Reflex setelah sadar dan mengatur kembali detak jantung, saya mengomel dalam campuran Inggris dan Indonesia dan ia hanya tertawa puas. Karena saya termasuk penakut, ini pertama kali saya berani masuk ke area rumah hantu (kalau di Indonesia, dibayar pun saya ogah) karena saya pikir hantu Indonesia adalah hantu terseram yang pernah ada. Hahaha.

Saya sangat menyukai barang-barang milik musisi dunia yang juga dipajang di sana seperti The Beatles. Ada juga patung Michael Jackson dan Leonardo de Caprio. Untuk artis korea sendiri, saya hanya melihat patung pemeran utama Winter Sonata.

Setelah berpetualang di dunia patung lilin, saya menuju ke Sky Art. Hari itu pengunjung sangat ramai, kebanyakan anak-anak sekolah yang datang dalam kelompok besar. Saya sempat mengantri agak lama untuk mendapatkan tiket Sky Art sebesar 11.000 won. Saya ingin sekali merasakan sensasi naik ke gedung tertinggi di Korea Selatan ini walaupun pada dasarnya saya fobia ketinggian. Dan ternyata kenekatan saya terbayar dengan kepuasan saya menikmati panorama Seoul yang sangat sangat indah!

Namdaemun Market
Sore menjelang malam, saya melanjutkan perjalanan ke destinasi terakhir hari itu yakni Pasar Namdaemun yang terkenal sebagai pusat pasar murah. Untuk menuju ke sana kita harus turun di Hoehyeon station (line 4 exit 7) atau bisa dengan cara berjalan kaki dari Myeongdong. Di sini terdapat banyak sekali cinderamata khas Korea, termasuk pakaian khas Korea yaitu Hanbok yang bisa kita beli dengan harga jauh lebih murah dari tempat lain (mulai dari 50.000 won).

Selain itu kita juga bisa menemukan ginseng korea yang sudah diolah menjadi berbagai macam variasi termasuk permen, jeli, teh, dan lain-lain. Fashion khas Korea juga banyak di sini termasuk tas, koper, dan sepatu. Kita bisa menemukan toko-toko kacamata yang murah tapi berkualitas di sini. Jangan lupa mengecek kembali kualitas barang yang ingin kita beli. Jika ingin puas berkeliling, anda butuh waktu kurang lebih setengah hari di sini.

Jika kita hobi fotografi dan berniat mencari kamera foto yang murah, baik baru maupun bekas, kita bisa datang ke Namdaemun. Di sini banyak sekali pilihan kamera dan perlengkapan fotografi dengan berbagai merk dan kualitas. Tentu saja harganya lebih murah. Teman saya sempat mendapatkan kamera Canon bekas seharga 200.000 won atau kurang lebih 1.6 juta rupiah yang harga aslinya di atas 5 juta rupiah.

Ketika sampai di sana, banyak toko yang sudah tutup. Namun, keadaan pasar masih cukup ramai. Saya kemudian berkeliling mencari beberapa souvenir khas Korea seperti sumpit, sendok (mulai dari 1.500 won per pasang sumpit dan sendok), tempelan kulkas (10.000 won per paket isi 5), piring hias (14.000 won), gantungan kunci (paling murah 1.000 won), boneka teddy bear memakai hanbok (20.000 won) dan kaos oblong yang bisa saya dapatkan dengan harga 5.000 won per buah. Jangan lupa untuk menawar dengan senyum ramah.

Saya sempat mampir membeli teh dan permen ginseng di satu toko yang letaknya di pojok yang penjualnya bisa sedikit berbahasa Indonesia. Ia mengatakan bahwa banyak turis asal Indonesia pernah datang dan beberapa pengusaha juga mengimpor produk ginseng dari tokonya. Kami mendapatkan diskon yang lumayan di sana. Terakhir saya membeli sarung tangan seharga 5.000 won berwarna ungu yang sangat hangat.


DAY 6

Full House
Hari ke enam adalah hari yang spesial karena saya akan pergi ke tempat yang sangat saya hafal di layar kaca, drama korea favorit saya, yaitu rumah syuting Full House. Lokasinya ada di sebuah pulau kecil di dekat daerah Incheon. Jadi saya harus menyeberangi pulau dengan menggunakan kapal feri. Tapi sebelumnya karena jalur atau rute yang saya dapatkan informasinya dari internet tidak lengkap, dan cenderung berbeda satu sama lain, saya memutuskan untuk bertanya ke KTO. Pada saat itu pegawai KTO juga kelihatan bingung menjelaskan rute, walaupun pada akhirnya saya mendapatkan juga jalur bis dan subway yang harus saya naiki.

Menurut rute yang saya dapatkan, saya harus menaiki subway ke arah yang sama dengan rute menuju bandara. Namun, sebelum sampai di stasiun terakhir bandara, saya harus turun di cargo terminal station. Ketika sampai di stasiun cargo terminal, saya harus melanjutkan dengan naik bis nomor 203 atau 710 . Ternyata.. saya hanya menemukan lapangan rumput kering yang sangaaaat luas dan sangat dingin begitu keluar stasiun. Hanya ada halte bis yang sama sekali tak berpenghuni. Saya memutuskan mencari jalan raya terdekat untuk melihat apakah ada halte lain yang tersedia.

Setelah berkeliling akhirnya saya memutuskan untuk kembali lagi ke halte bis sebelumnya. Halte ini merupakan halte untuk shuttle bus khusus bandara. Di sana sudah ada beberapa orang yang sedang menunggu bis. Saya bertanya dengan susah payah karena tidak ada yang bisa berbahasa inggris. Namun, tiba-tiba muncul seorang anak muda yang sepertinya mahasiswa dan syukurlah ia bisa menjelaskan di mana kami bisa menemukan bis yang saya cari. Kebetulan dia juga akan turun di tempat pemberhentian yang sama dengan saya.

Ketika sampai, saya langsung menaiki bis nomor  203. Namun ternyata lagi… saya naik bis dengan arah berlawanan dengan tujuan. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, saya sampai di pelabuhan yang salah. Jadi sekedar gambaran, kalau tujuan saya ke utara, saya malah sampai ke selatan. Nyaris putus asa, saya bertanya pada supir bis, dan ia menjelaskan bahwa saat itu saya ada di Pelabuhan Incheon. Dan Sammok Port yang kami tuju letaknya di pemberhentian terakhir bis itu juga. Ia mengatakan saya harus menunggu kurang lebih satu jam sampai jadwal bis kembali beroperasi.

Jika saja saya tersasar di tempat sebelumnya yang hanya berupa lapangan rumput kering, mungkin saya akan benar-benar patah arang. Tetapi, tempat saya tersesat saat itu sangaatt indah! Worthed lah untuk ukuran kesasar..hahaha. pelabuhan yang tidak begitu ramai, dengan pemandangan laut yang tenang, jembatan yang indah, pasar pelelangan ikan yang ramai dan penuh dengan berbagai jenis hasil laut yang bisa kita nikmati karena selain menjual hasil laut, mereka juga menyediakan rumah makan. Sama seperti tempat pelelangan ikan di Indonesia, kita bisa memesan ikan atau makanan laut lain kemudian langsung dimasak dan dinikmati. Kalau saja waktu saya lebih panjang di sana, saya ingin sekali mencicipi kerang dan gurita yang ada di sana. Kelihatannya lezat.  Namun pada akhirnya saya memutuskan menunggu bis dengan duduk di pinggir pantai sambil menikmati dua cangkir coklat hangat seharga 300 won/cangkir yang sangat lezat. Pengalaman tersesat yang tidak saya sesali. :D

Tepat pukul 12.20 siang, sesuai jadwal bis pun mulai beroperasi tepat waktu. Salut saya dengan disiplin di sana. Walaupun isi penumpang hanya saya dan dua orang lain, bis tetap langsung diberangkatkan. Sopir bisnya pun memakai dasi dan sangat tampan, sekilas tidak ada beda dengan artis yang sering kita lihat di televisi. Beda sekali dengan supir kopaja kita, Hahaha.

Akhirnya saya sampai juga di Sammok Port. Sesampainya di sana saya langsung menuju tempat pembelian tiket. Ternyata untuk keberangkatan saya tidak harus membayar, hanya mengisi formulir yang selanjutnya diserahkan ketika akan menaiki kapal.

Untuk mencapai pulau Sido hanya dibutuhkan waktu 10 menit perjalanan. Udara siang itu sudah sangat dingin. Sebenarnya cuaca cerah, matahari juga lumayan terik, tapi angin lautnya sangaaaaaaaat dingin. Untuk kesekian kalinya saya mengingat jaket parasut yang tidak saya bawa. Kapal feri mulai beroperasi pukul 07.10 pagi hari dan terakhir pada pukul 18.00. Namun saya tidak menyarankan mengambil kapal terakhir karena bis yang mengantarkan kita  dari pelabuhan ke lokasi lewat hampir 30 menit sekali. Saya sampai sekitar pukul 02.30 siang, dan saya memiliki waktu kurang lebih dua jam di sana.

Sesampai di pulau, perjalanan masih belum selesai. Saya harus menaiki satu-satunya bis berwarna biru untuk sampai ke persimpangan lokasi rumah Full House. Ongkos bis 1.000 won, cash. Ketika turun di persimpangan, saya bertemu dengan dua siswa perempuan yang juga akan pergi ke tempat shooting drama A Sad Love Song yang letaknya tidak jauh dari rumah Full House.

Saya menyewa sepeda seharga 3.000 won dengan mengisi formulir yang kurang lebih isinya nama dan nomor paspor. Sangat menyenangkan menyusuri jalanan sepi di daerah pinggiran Korea. Masih asri dan suasana desa masih kental terasa. Sepanjang perjalanan saya tidak melihat anak muda di sana. Kebanyakan orang-orang tua. Dan akhirnya setelah perjalanan sangat panjang hampir seharian, saya tiba di Full House!

Ekspektasi saya sebelum sampai berbanding terbalik dengan kenyataan yang saya temui. Ternyata kondisi rumah sangat tidak terawat. Apalagi fasilitas toilet umum yang kotor dan bau. Selain itu kondisi rumah juga sudah sangat kusam dinding-dindingnya belum lagi rumput-rumput liar di sekitar rumah. Namun, saya masih berharap kondisi dalam rumah masih lebih baik dari kondisi luarnya.

Tiket masuknya sebesar 5.000 won. Ketika itu tidak ada pengunjung lain selain saya dan teman saya. Jadi selama hampir dua jam, kami seperti menyewa rumah itu untuk pribadi. Saya memuaskan diri mencoba duduk di kursi tamu, kursi komputer, menjelajahi dapur, melihat koleksi buku, mencoba tidur di kasur ji eun dan young jae dan berfoto di setiap sudut rumah.  Hanya daerah kamar mandi yang terkunci dan tidak boleh dimasuki.

Pemandangan belakang rumah tidak kalah indahnya. Kita bisa langsung melihat pantai sangat dekat. Ingat adegan Young Jae joging di pagi hari kan??  Kondisinya tidak banyak berubah. Sama indahnya dan sama sepinya. Cocok sekali untuk liburan yang membutuhkan ketenangan. Walaupun kita bebas berekspresi di rumah tersebut, karena tidak ada guide tour atau pengunjung lain, berhati-hatilah untuk tidak usil dan mencoba berbuat nakal, karena cctv ada di mana-mana, hehehe.

Sebenarnya saya ingin sekali tinggal lebih lama di sana, karena suasananya benar-benar sangat nyaman dan tenang, namun, hari semakin sore dan cuaca sudah sangat dingin. Saya memutuskan untuk kembali secepat mungkin ke halte bis yang harus saya naiki. Setelah mengembalikan sepeda, saya menunggu bis di halte dan ternyata dua siswa yang sebelumnya saya temui sudah ada di sana menunggu bis yang sama.

Ketika kami sedang menunggu bis di halte sambil kedinginan dan kelaparan (saya tidak sempat membeli bekal agak banyak) ada seorang nenek yang tiba-tiba mendatangi saya sambil membawa satu kantong bungkusan. Ia menyodorkan kantong tersebut yang ternyata isinya snack dan beberapa makanan yang saya tidak tahu apa.

Saya mengira ia hendak menjual snack tersebut. Ia tidak bisa berbahasa Inggris, jadi saya menolak secara halus dengan menggelengkan kepala dengan maksud saya tidak ingin membeli makanannya. Namun tiba-tiba nenek tersebut menyodorkan saya satu bungkus biskuit coklat sambil tersenyum. Ternyata ia hanya ingin memberi saya biskuit itu saja, tidak bermaksud menjual. Ahh.. nenek itu baik sekali, seperti malaikat yang tiba-tiba datang di saat saya kelaparan. Hahaha. Terimakasih nek J

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya bis yang kami tunggu datang juga. Cukup ramai penumpangnya. Mungkin karena ini adalah bis terakhir. Kami harus mengitari beberapa lokasi syuting dan tempat wisata di pulau Sido sebelum menuju pelabuhan. Sesampai di pelabuhan, barulah saya harus membeli tiket seharga 3.600 won. Ternyata tiket itu adalah tiket pp yang dibeli ketika kita akan kembali ke pelabuhan Sammok.

Sepanjang perjalanan di atas kapal feri, kita akan disuguhi pemandangan laut yang tenang dan indah. Selain itu burung-burung yang saya tidak tahu namanya akan setia menemani kita sepanjang perjalanan. Jika ingin merasakan sensasi memberi makan burung tersebut, jangan lupa membeli chiki atau kerupuk udang. Mereka akan sangat senang menangkapnya dari tangan kita.

Sesampai di Pelabuhan Sammok, hari sudah sangat sore, nyaris gelap. Bis sudah standby di halte dan saya berfikir itu adalah bis terakhir karena banyak orang yang berlari ke arah bis. Saya pun ikut berlari, namun saya lupa bahwa kondisi kaki saya sudah sangat lelah ditambah nyaris membeku karena dingin.

Baru beberapa langkah di jalan bebatuan, saya harus menjerit kesakitan karena kaki saya terkilir, sangat sakit!! Namun saya memaksakan diri untuk terus mengejar bis dan dengan perjuangan yang lumayan heroik (jadi ingat jaman kuliah) saya pun berhasil menjejalkan diri di antara kerumunan penumpang yang saat itu sangat penuh dan padat.

Incheon Airport
Saya kemudian berganti bis di tengah jalan untuk menuju ke arah bandara Incheon. Saya ingin melakukan sedikit tour bandara, karena pada saat sampai kemarin saya tidak sempat menikmati suasana bandara yang merupakan salah satu bandara terbaik dunia. Dan saya tidak yakin juga sempat menikmatinya ketika saya pulang nanti, karena pesawat saya pagi hari. Kita bisa mengambil beberapa brosur tentang bandara di stand informasi yang ada di area sekeliling bandara.

Sejak tahun 2006 hingga 2008, bandara Incheon mendapat predikat sebagai bandara terbaik dunia oleh Airports Council International dan menerima full 5 star rangking dari Skytrax. Bandara ini memiliki lapangan golf, spa, ruang tidur privat, arena ice skating, kasino, taman indoor, dan museum budaya Korea.

Incheon airport terletak 70 km sebelah barat Seoul. Bandara ini juga menjadi bandara tersibuk nomor 8 di Asia dari segi penumpang, Nomor 2 dalam hal penerbangan dan kargo internasional, dan nomor 8 untuk penumpang internasional pada tahun 2010. Selain itu, Incheon Airport juga dianugerahi gelar Best in Service Award in Class dalam 1st International Conference of Airport Quality and Service oleh IATA dan Airports Council International.

Incheon Airport memiliki 74 terminal keberangkatan, yaitu 44 buah di terminal utama dan 30 buah di Concourse A. Bandara ini dibuka pada awal 2001 menggantikan Gimpo International Airport yang saat ini melayani destinasi domestik dan penerbangan transit ke Tokyo, Shanghai, Osaka beberapa penerbangan terbatas ke Nagoya dan Tsushima.

Saya tidak heran mengapa Incheon Airport mendapatkan begitu banyak prestasi. Kita akan merasakannya ketika benar-benar telah menginjakkan kaki di sana. Konsep modern yang sangat elegan, praktis, lengkap dan dinamis tetapi tidak melupakan unsur-unsur alam sebagai penyeimbang. Setelah lelah berkeliling, saya pun langsung menuju stasiun subway kembali ke hostel. What a wonderful day! :D

DAY 7

Olympic Park
Tempat pertama yang saya kunjungi adalah Olympic Park (Olympic Park Station, Line 5). Satu-satunya alasan saya kesana adalah karena saya ingin melihat lapangan tenis yang sering dijadikan lokasi shooting film seperti drama My Girl.

Ketika saya sampai pagi itu, suasana masih sangat sepi, hanya terlihat beberapa orang tua dan lanjut usia berjalan-jalan sekitar taman. Saya berputar-putar sekitar taman mencari lapangan tenis terbuka yang saya cari, namun tidak juga kelihatan. Ternyata di dalam taman terdapat stasiun televisi SBS yang letaknya satu gedung dengan Olympic Gymnasium Hall, tempat yang sering digunakan untuk konser-konser musik. Salah satu poster yang saya temukan adalah poster KRY Super Junior 1st Concert.

Seoul Olympic Park Tennis Center merupakan gedung tenis yang ada di Seoul. Gedung ini sempat digunakan untuk Olimpiade musim panas (Summer Olympics) tahun 1988. Dari papan nama yang terletak di sebelah kanan gedung, saya bisa menemukan nama Yayuk Basuki sebagai salah satu pemain yang ikut berpartisipasi dalam olimpiade musim panas tersebut. Stadiun utama memiliki kapasitas 10.000 orang. Lapangan no. 1 memiliki kapasitas 3.500 orang dan 12 lapangan lainnya memiliki kapasitas 900 orang.

Lotte Department Store
Lotte Department Store adalah tempat selanjutnya yang saya kunjungi. Saya turun di Jamsil Station, Line 8, exit 4. Salah satu Mall terbesar yang di dalamnya terdapat banyak sekali barang bermerk kualitas dunia. Saya bukan tipe perempuan yang hobi jalan di mall ketika travelling, namun Lotte Department Store terlihat spesial karena di dalamnya tidak hanya terdapat pusat perbelanjaan mewah, tetapi juga terdapat Lotte World.

Wahana bermain indoor yang sangat luas ini berisi berbagai macam arena bermain seperti dufan termasuk ice skating area yang terletak di tengah-tengah area bermain. Di dalam Lotte world kita bisa menemukan museum, pusat olahraga, pusat perbelanjaan, dan hotel. Karena letaknya di dalam ruangan, semua fasilitas bisa kita nikmati sepanjang tahun.

Tapi yang membuat saya penasaran adalah Lotte World Star Avenue yang juga terdapat di dalam area Lotte World. Lotte World Star Avenue dibuka pada tanggal 1 Juli 2009. Ruang pameran yang dirancang khusus untuk mempromosikan entertainment Korea yang disebut hallyu berisi artis-artis perwakilan artis Korea. Di sini kita bisa seperti berkomunikasi langsung dengan artis tersebut selain juga merasakan kentalnya budaya Korea yang tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan artis tersebut.

Artis-artis yang menjadi ambassador dari Lotte World Star Avenue ini antara lain: Bae Yong-Jun dan Choi Ji-Woo, aktor Park Yong-Ha, Song Seung-Heon, Ji Sung dan Kang Ji-Hwan, TVXQ, Rain dan Big Bang. Biaya masuknya 10.000 won / anak-anak 7.000 won.

Destinasi selanjutnya adalah Hongdae (Hongik University Station, Line 2, exit 5). Beberapa hari sebelumnya saya sudah ke daerah Hongdae untuk mencari restoran milik Yesung Super Junior yaitu Babtols namun saying saat itu sudah tutup. Karena itulah saya kembali lagi pada siang harinya, berharap bisa bertemu dengan Yesung di sana.

Saya tidak menemui kesulitan mencari kembali lokasi Babtols karena letaknya yang lumayan strategis. Sampai di sana, suasana masih sepi, karena saya datang lewat dari jam makan siang. Saya bertemu dengan ayah Yesung yang langsung menyambut saya dan menawarkan menu.

Setelah saya melihat daftar menu, kebanyakan dan hampir semua makanan seafood dan ayam. Saya bertanya pada abeoji (ayah) Yesung apakah ada kandungan babi nya. Beliau menjawab tidak ada. Akhirnya saya memesan ramyeon seafood yang ternyata porsinya lumayan besar untuk saya.

Ingin sekali rasanya ngobrol dengan abeoji tentang anaknya yang terkenal seantero Korea dan Asia itu. Tetapi sayang, bahasa Korea saya bukan hanya terbatas, tapi masih sangat kacau, dan beliau juga tidak bisa berbicara bahasa Inggris. Ayah Yesung, seperti yang pernah Yesung ceritakan pendiam sekali. Tapi kesan saya waktu itu adalah ayahnya lebih ganteng dari anaknya, hehehe. Maaf yeye.. :D

Saya sempat bertemu dan mengobrol dengan ELF yang berasal dari China. Dia ternyata sengaja kuliah di Seoul agar bisa lebih dekat dengan Yesung. Dan yang membuat saya terpana adalah dia setiap hari datang ke Babtols yang lokasinya dekat dengan kampusnya. Wow! Selain itu dia juga memperlihatkan kamera fotonya yang berisi foto-foto hasil jepretan pribadi ketika Super Junior KRY melakukan shooting MV Fly beberapa hari sebelumnya.

Interior Babtols kental sekali aura Super Juniornya. Di sekeliling dinding penuh poster Yesung dan Super Junior. Di salah satu meja terdapat semacam dinding khusus dibuat sebagai tempat para ELF menempelkan pesan cinta mereka lewat secarik kertas post-it. Saya tidak mau ketinggalan ikut menuliskan pesan cinta saya untuk mereka. Setelah itu saya meminta izin untuk berfoto bersama abeoji sebelum meninggalkan babtols.

Sayang sekali, saat ini Babtols sudah ditutup dengan alasan orang tua Yesung kelelahan mengelola restoran kecil ini. Setelah Babtols tutup, Yesung membuka café di dekat gedung KBS di daerah Yeouido yang masih dikelola oleh orang tua dan adiknya. Untunglah saya sempat merasakan makan di Babtols yang juga menjadi kebanggaan dari Yesung.

Tujuan terakhir hari itu adalah Myeongdong. Saya kembali lagi ke Myeongdong karena teman saya ingin membeli beberapa kosmetik yang belum ia beli beberapa hari yang lalu. Di situ saya menemukan masker muka yang terbuat dari rambutan dan durian. Wow! Itu kan buah khas Indonesia. Namanya pun Durian dan Rambutan mask. 

DAY 8

Gyeongju dan Bulguksa Temple
Hari ke delapan, saatnya keluar kota. Tujuan saya adalah Gyeongju. Saya sudah mempersiapkan perjalanan ke Gyeongju jauh-jauh hari. Sebelumnya saya berniat ke Jinhae, namun karena saya tidak ingin menghabiskan terlalu banyak waktu di perjalanan karena letaknya yang lumayan jauh dan tentu saja menghabiskan banyak biaya tambahan, saya memilih Gyeongju yang merupakan salah satu destinasi yang disediakan oleh Visit Korea Committee dengan Shuttle bus free-nya.

Korea memang sedang mempromosikan Visit Korea Year 2010-2012, karena itu berbagai cara dan promosi mereka lakukan, salah satunya dengan menyediakan bis gratis. Destinasi yang disediakan antara lain dengan tujuan : Gyeongju, Busan, Jeonju, dan Gangwondo. Khusus yang terakhir hanya beroperasi pada musim dingin saja (Desember-Februari). Karena Gangwondo terkenal sekali dengan ski resort nya yang sangat indah.

Bus ini khusus disediakan untuk turis mancanegara saja. Khusus hari senin, semua jurusan tidak beroperasi. Dan seluruh destinasi berangkat dari tempat yang sama yaitu di depan Donghwa Duty Free Story yang terletak persis di sebrang Cheonggyecheon stream (Gwanghwamun station, Line 5, exit 6).

Cara mendaftar cukup mudah dan praktis. Log in ke English.visitkoreayear.com. sebelumnya kita harus sign up (mendaftar) untuk bisa mengakses website ini. kemudian klik Free Shuttle Buss di bagian kiri. Selanjutnya klik apply. Pilih rute, tanggal dan waktu yang diinginkan. Isi aplikasi dan kirimkan.

Peserta atau mereka menyebutnya winners akan diberitahu lewat e-mail. Tiket didistribusikan hanya lewat aplikasi online. Jika pendaftar lebih dari 25 orang, makan winners akan diundi.  Peserta akan dikirimkan konfirmasi lewat e-mail 10 hari sebelum hari keberangkatan. Jangan lupa print tiket online yang sudah dikirimkan, dan bawa pada saat hari keberangkatan beserta paspor.

Saya tidak membaca persyaratan bahwa tiket harus diprint dan dibawa pada saat hari H. Jadi saya hanya membawa paspor saja dan ketika hari H, saya sempat panik dan bingung karena saya satu-satunya penumpang yang tidak membawa tiket. Karena itulah, membaca seluruh informasi dengan rinci dan teliti sangat mutlak diperlukan agar hal-hal tidak penting seperti yang terjadi pada saya tidak sampai terjadi.

Saya memilih perjalanan ke Gyeongju pada hari selasa, tanggal 12 April 2011 bertepatan dengan ulang tahun sahabat saya Nawang. Sengaja saya pilih tanggal tersebut karena saya tahu tujuan dia datang ke Korea adalah untuk melihat bunga sakura. Karena itu saya ingin mengajaknya keluar kota pada hari itu. Di Seoul sendiri bunga sakura masih belum mekar. Karena itulah, saya berharap di luar kota Seoul, sakura sudah mulai bermekaran. Tapi ternyata sayang.. Nawang menolak untuk pergi bersama, karena terlalu lelah dia ingin beristirahat hari itu. Jadilah saya berangkat sendiri.

Saya sengaja bersiap lebih awal dari hostel karena saya sudah diwanti-wanti untuk tidak terlambat. Korea terkenal sekali dengan disiplin waktunya. Dan satu minggu lebih berada di sana saya selalu terkesima dengan disiplin dan kesadaran orang-orang Korea yang selalu menghargai waktu. Karena itu saya keluar dari hostel pukul 7, walaupun saya hanya membutuhkan waktu kurang dari sepuluh menit berjalan kaki untuk sampai di tempat berkumpul. Kebetulan Myeongdong Hostel letaknya berdekatan dengan kawasan Gwanghwamun.

Ketika saya sampai di sana, belum ada penumpang lain yang datang. Saya duduk sambil menikmati sarapan pagi. Beberapa saat kemudian tour guide dari masing-masing bis mulai muncul. Saya bergegas menghampiri seorang bapak yang berdiri di depan bis jurusan Gyeongju. Ia langsung menanyakan tiket dan paspor. Ketika saya mengatakan saya tidak punya tiket tapi saya sudah dapat konfirmasi lewat e-mail, seketika itu bapak yang kemudian saya ketahui bernama Mr. Lee langsung ‘mengomeli’ saya dan berkata bahwa saya harus menunggu sampai semua orang yang memiliki tiket naik ke bus dan jika ada bangku kosong barulah saya bisa berangkat.

Walaupun saya sedikit kesal karena diomeli, namun saya tetap sabar menunggu dan saya tidak perlu khawatir tidak mendapatkan kursi, karena memang saya sudah terdaftar sebagai salah satu penumpang. Setelah semua penumpang naik, barulah Mr. Lee menghampiri saya dan bertanya identitas diri sambil meminta paspor. Ia lalu mempersilakan saya naik ke bus.

Free shuttle bus yang disediakan sangat nyaman dan mewah menurut saya apalagi ini disediakan gratis. Kursi 2-1 yang lebar dan nyaman lengkap dengan safety belt dan sandaran kaki, membuat saya kembali berdecak kagum. Korea memang benar-benar serius mempromosikan negaranya. Sebelum berangkat, tour guide menjelaskan detail perjalanan dan meminta kami memakai safety belt. Tepat pukul delapan pagi, bis serentak berangkat ke tujuan masing-masing. Perjalanan akan menempuh waktu kurang lebih 4,5 jam. Gyeongju, here I come!

Bus sempat berhenti dua kali ditempat pemberhentian. Pemberhentian pertama 15 menit, dan yang kedua hanya 5 menit. Mr. Lee memberitahu kami untuk kembali tepat waktu. Saya sempat mencicipi otak-otak ikan yang sangat lezat. Lumayan untuk mengganjal perut.

Pemandangan sepanjang perjalanan sangat indah. Saya melewati kota Daegu, saya juga sempat melihat area olahraga baru yang sangat luas dan lengkap. Selain itu di sisi kanan kiri jalan saya sering menemukan perkebunan bunga sakura. Dari ukuran yang paling kecil hingga yang siap panen. Ternyata di Korea bunga sakura benar-benar dikembang biakkan dengan baik. Saya sudah membayangkan indahnya sakura di Gyeongju. Karena semakin ke selatan, bunga sakura akan jauh lebih banyak jumlahnya. Karena itulah Seoul yang terletak agak ke utara belum juga mekar seluruhnya.

Ketika memasuki kota Gyeongju, jalanan mulai padat. Mr. Lee memberitahu bahwa kemungkinan kami akan sedikit terlambat karena macet. Kalau saya perhatikan, ini kondisi yang normal jika di Indonesia, tapi untuk Korea, kondisi jalan seperti gambar sudah bisa dibilang macet. Waah.. Mr. Lee harus ke Jakarta nih untuk benar-benar tahu apa artinya macet itu, hehehe. Saya sendiri tidak terlalu peduli karena terlalu sibuk terpesona melihat bunga sakura yang berjejer rapat, sepanjang jalan. SANGAT INDAH! Saya tidak berhenti bersyukur dan berdecak kagum.

Sesampainya di Hotel Concorde, Mr.Lee memberi tahu kami untuk kembali sebelum pukul 4 sore. Saat itu sudah pukul 1 siang. Itu artinya saya hanya punya waktu kurang dari 3 jam untuk menikmati kota Gyeongju. Saya memutuskan untuk pergi ke Bulguksa Temple dan menghabiskan waktu sebelum pukul empat sore di danau yang terletak di belakang hotel Concorde.

Ketika saya hendak menyeberang jalan ke arah halte bus (bus nomor 10, 11, 12), saya bertemu pasangan dari Thailand yang tadi satu bus dengan saya. Mereka mengatakan bahwa mereka akan pergi ke hotel dekat dengan Bulguksa Temple. Seorang supir taksi menawarkan diri untuk mengantar mereka. Tapi sepertinya mereka enggan. Kemudian Mr. Lee mendatangi kami dan ia berkata bahwa bus ke Bulguksa Temple agak lama datang. Ia menyarankan kami naik taksi patungan.

Ketika saya bertanya berapa ongkosnya, supir taksi itu mengatakan 7.500 won. Cukup murah jika kami bertiga patungan. Akhirnya saya beserta pasangan dari Thailand itu memutuskan untuk naik taksi. Pasangan Thailand tersebut turun lebih dahulu, dan saya kaget ketika mereka bilang “terimakasih” kepada saya sambil tersenyum. Nice start of the journey… J

Sesampainya di Bulguksa, saya langsung menuju loket penjualan tiket. Hanya 3.000 won saja. Dan saya sempat memperhatikan sekeliling, ternyata hampir sebagian besar pengunjung adalah kaum tua. Banyak haraboji, ahjumoni dan ahjussi baik sendiri maupun berkelompok hari itu. Mereka sangat ramah dan selalu menegur saya jika kami berpapasan. Sangat menyenangkan.

Bulguksa temple adalah situs yang masuk ke dalam UNESCO World heritage tahun 1995. Dibangun pada masa pemerintahan Kim Dae-seong pada tahun 751 dan direstorasi pada tahun 1973. Kondisi di dalamnya masih terawat sangat baik. Kuil ini sangat penting karena merupakan situs peninggalan bersejarah sejak zaman kerajaan Silla serta menyimpan 7 buah harta nasional Korea Selatan yang masih terawat dengan baik. Bulguksa dikategorikan sebagai situs bersejarah dan indah no.1 oleh pemerintah Korea Selatan.

Kuil Bulguk didirikan pada tahun 751 pada masa pemerintahan Gyeongdeok dari Kerajaan Silla dan pembangunanya dikonstruksikan oleh perdana menteri Kim Daeseong. Pembangunannya selesai pada tahun 774, setelah kematian Kim dan dinamakan Bulguksa. Kuil Bulguk direnovasi pada zaman Goryeo dan awal Dinasti Joseon. Namun pada masa Invasi Jepang tahun 1592-1598, ia tak luput dari kehancuran. Rekonstruksi kembali dilakukan sebanyak 40 kali antara tahun 1604 sampai tahun 1805. Renovasi juga dilakukan pada zaman penjajahan Jepang, namun beberapa buah harta kuil dikabarkan lenyap.

Restorasi setelah Perang Dunia II dan Perang Korea dilaksanakan pada tahun 1966. Barulah antara tahun 1969 dan 1973, almarhum Presiden Park Chung Hee memulai upaya restorasi dan perbaikan besar-besaran hingga strukturnya menjadi seperti yang sekarang ini. Bagian-bagian pagoda batu dikembalikan bentuknya seperti sediakala.

Sekali lagi saya menghela nafas, seandainya… seandainya Indonesia lebih tahu diri dan menghargai asset berharga bangsanya, kita bisa saja memiliki lebih banyak warisan sejarah yang masuk standar kualitas UNESCO.

Saya membeli souvenir lonceng kuil kecil di toko cinderamata. Ada permata berwarna ungu yang sangat indah di sana, tetapi harganya lumayan mahal. Permata tersebut sudah berbentuk perhiasan lengkap dengan model yang beragam. Selain itu juga terdapat benda-benda khas kuil lainnya yang juga unik dan bagus.

Ketika keluar dari gerbang kuil, saya mengikuti jalan setapak yang ternyata membawa saya ke taman yang penuh dengan mekarnya bunga Sakura. Subhanallah.. tak henti saya mengucap syukur dan terpesona dengan indahnya. Ini adalah sakura pertama saya. Sulit dilukiskan dengan kata-kata bagaimana perasaan haru saya saat itu. Sangat indah. Seperti ada di satu sisi kecil surga. Taman tersebut penuh dengan warna putih sakura dengan latar belakang langit yang berwarna biru terang.

Terharu sekaligus sedih karena saya tahu, sahabat saya yang hari itu berulang tahun dan khusus datang ke Korea hanya karena ingin melihat mekarnya sakura tidak bisa menikmati ini semua. Saya ingat betapa senangnya dia ketika menemukan beberapa pucuk sakura yang belum mekar sempurna di seputar Seoul. Seandainya..

Sampai di Hotel Condorde, masih tersisa kurang lebih setengah jam untuk berkeliling. Saya menuju ke arah belakang hotel di mana terdapat danau yang bisa dilihat dari kejauhan. Ternyata di sana terdapat resort yang sangat indah. Dan saya menemukan kembali spot penuh sakura mekar di pinggir danau. Saat itu resort sangat ramai, penuh dengan kaum muda berkelompok atau pasangan atau keluarga yang sedang bersantai menikmati indahnya pemandangan.

Saya kembali ke depan hotel di mana tour guide saya sudah menunggu kedatangan rombongan untuk kembali ke Seoul. Saya adalah penumpang pertama yang kembali. Mr. Lee menyambut saya dengan senyum ramahnya. Saya kemudian meminta tolong beliau memfoto saya dengan latar belakang bis. Namun… ternyata kamera digital saya harus menemui ajalnya saat itu..:D kamera terlepas dari tangannya dan jatuh ke aspal yang keras. Untuk beberapa detik saya hanya melihat ke arah kamera tanpa sadar, berharap itu hanya khayalan saya. Ternyata.. kamera digital saya mati total. Otomatis saat itu saya sangat panik, namun bukan karena kamera jatuh dan mati, tetapi lebih karena saya sangat takut file foto sehari di Gyongju juga rusak.

Mr. Lee berkali-kali meminta maaf dan memandang saya dengan tatapan sedih dan menyesal. Saya pun berulang-ulang mengatakan tidak apa-apa. Bagaimana pun, walaupun saya ingin bereaksi negatif pun, kamera itu tidak akan kembali normal. Sepanjang perjalanan pikiran saya penuh dengan ketakutan akan isi foto.

Beliau menawarkan untuk menservis kamera tersebut sesampainya di Seoul. Saya hanya mengangkat bahu, saya sama sekali tidak tahu di mana tempatnya. Mr. Lee juga tidak punya waktu untuk mengantar saya karena beliau ada di Seoul pada malam hari sepulang bekerja. Saya jadi kasihan melihat Mr. Lee yang tidak henti-hentinya menanyakan keadaan saya sepanjang perjalanan. Beliau melihat saya berjalan tertatih-tatih karena kaki saya yang terkilir saat itu terasa sangat sakit akibat dinginnya malam. Beliau mengatakan ada apotik dekat dengan tempat pemberhentian di Seoul di mana saya bisa membeli obat di sana.

Akhirnya di tengah perjalanan ketika berhenti untuk break toilet, Mr. Lee menghampiri saya dan mengatakan akan mengganti kamera digital tersebut. Ia menyerahkan uang kepada saya dan meminta maaf lagi. Ia ingin membelikan yang baru namun punya waktu. Ah… Mr. Lee.. saya tidak tahu harus berkata apa. Beliau begitu baik dan tulus. Saya tidak akan melupakan kebaikan beliau. Beberapa saat setelah kembali ke Indonesia saya mencoba mengontak Mr. Lee lewat website Visitkorea dan menitipkan salam serta terimakasih saya atas kebaikanya.

Satu hal yang saya pelajari hari itu. Momentum. Kita tidak akan bisa menyesali atau meminta kembali sesuatu yang sudah terjadi. Ketika satu kesempatan datang, manfaatkanlah dengan baik. Ketika sesuatu tidak seperti yang kita harapkan tetapi karena kita sudah melakukan yang terbaik, tidak akan ada penyesalan. Dan saya bersyukur, hari itu dengan segala macam cerita, saya menemukan banyak pelajaran dan inspirasi baru. Terimakasih Gyeongju untuk hari ini. Hari yang sempurna indahnya.

DAY 9

Kyung Hee University
Hari ke Sembilan saya hanya mengunjungi beberapa tempat di seputar Seoul. Sebenarnya daftar kunjungan masih banyak, namun karena kondisi kaki tidak memungkinkan untuk berjalan jauh, saya mencoret banyak sekali tempat yang belum dikunjungi. Pagi itu destinasi pertama adalah kampus Kyuhyun Super Junior yaitu Kyung Hee University.

Saya sempat mampir ke apotik membeli sepasang kaus kaki khusus untuk kaki terkilir. Harganya 6.000 won satu buah. Alhamdulillah.. setelah saya pakai beberapa saat, kaki terasa lebih nyaman dan hangat. Pada saat berangkat saya turun di Heogi station (line 1) dan untuk sampai di kampus kita hanya perlu berjalan kurang lebih 10 menit. Menyenangkan sekali berjalan sambil menikmati suasana seputar kampus, kurang lebih sama dengan kawasan Hongdae yang saya kunjungi beberapa hari sebelumnya.

Saya memutuskan naik bus berwarna hijau yang lewat di depan gerbang kampus untuk kembali ke stasiun subway. Bus tidak berkeliling kampus, hanya berhenti sebentar di depan kampus saja. Perjalanan selanjutnya menuju ke National Museum.

National Museum of Korea
National Museum terletak di dekat kawasan Itaewon ( Ichon Station, Line 4, exit 1). Dari pintu keluar stasiun hanya perlu berjalan kurang lebih 10 menit kita bisa melihat bangunan museum yang terletak di seberang jalan. Untuk masuk ke museum kita tidak perlu membayar, alias gratis. Pada saat saya datang ke sana, di halaman depan museum banyak orang yang sedang sibuk menyiapkan panggung. National Museum sering digunakan untuk tempat konser musik atau acara outdoor lainnya karena halamannya yang luas dan indah. Kita bisa melihat latar kota Seoul dengan Namsan Tower di belakang bangunan museum.

Lantai pertama museum meliputi 10 buah aula yang menampilkan benda-benda prasejarah, seperti artefak zaman Paleolitikum, Tiga Kerajaan Korea (Silla, Goguryeo, Baekje) dan Balhae. Di lantai ke-2, menampilkan karya seni Korea seperti kaligrafi dan berbagai jenis lukisan klasik. Lantai ke-3 menampilkan berbagai teks Buddhis, keramik, karya seni dari metal serta artfefak dari Cina, Jepang, India, Indonesia dan Asia Tengah. Pada eksebisi di luar ruangan, ditampilkan 2 buah pagoda, yakni Pagoda Yeomgeo hwasang (Harta Nasional Korea Selatan Nomor 104) dan Pagoda Jingnyeongdaesa bowol neunggong dari Kuil Bongnim.
Saya sempat agak lama menikmati halaman depan museum karena memang sangat indah dengan landscape yang didesain sedemikian rupa, bunga-bunga khas musim semi yang tertata rapi, dan sebuah kolam besar yang menambah sejuk kawasan depan museum.

Myeongdong
Saya menyempatkan kembali ke Myeongdong karena ada satu toko yang belum saya kunjungi yaitu SPAO. Saya hanya tahu pada saat itu bahwa Super Junior adalah salah satu model untuk koleksi pakaian di sana, namun ternyata SPAO juga merupakan salah satu proyek bisnis SM entertainment. Di dalam toko yang berlantai 5 kita bisa puas menikmati banner, poster, gambar dari artis-artis SMent. Selain itu ada juga Everysing, di mana kita bisa membeli bermacam-macam merchandise khas artis SMent.

Untuk makan siang menjelang sore hari itu, saya memutuskan untuk mencoba makanan seafood yang sebelumnya sempat saya lirik tetapi masih agak ragu. Saya mencoba gurita rebus (atau kukus?) yang dicampur seperti biasa dengan bubuk cabai plus kimbab. Rasanya?? Hmm… semakin saya merindukan masakan mama dan warung padang. Hahaha. Saya hanya mengingat rasa serbuk cabai yang dicampur air. Tapi kaldu yang disediakan lumayan enak.

Dan jangan heran kalau selama makan kita akan diperhatikan oleh pelayan di sana. Jangan ge-er dulu, mereka hanya memastikan kita tidak kekurangan apa-apa. Bahkan kalau mereka melihat lauk gurita di piring hampir habis, mereka akan senang sekali menambahkannya lagi. Satu hal yang harus selalu kita ingat, kalau makan di warung makan, sebaiknya kita habiskan. Karena budaya di sana seperti itu, mereka akan mengira masakannya tidak enak jika tidak dihabiskan. Padahal porsi di sana lumayan besar. Saya hanya memesan satu porsi, itupun sudah makan berdua, tetap saja tidak habis.

Setelah makan, saya melanjutkan perjalanan menyusuri kembali kawasan Myeongdong dan masuk keluar toko kosmetik untuk mencoba make up gratis, hahaha.

Seoul Station
Salah satu hal yang ingin saya lakukan adalah berfoto di depan stasiun Seoul yang legenda. Akhirnya hari itu saya kesampaian juga. Hari sudah menjelang malam. Saya berencana untuk mencoba jimjjilbang alias spa khas Korea yang kebetulan letaknya di dekat Seoul Station. Saya sempat meminta rute ke admin hostel. Namun, ternyata sampai di depan stasiun (seperti biasa) saya kembali kebingungan melihat peta yang ternyata sulit berbeda dengan situasi nyata yang saya temui, hahaha.

Alhasil saya mencoba bertanya ke beberapa orang sepanjang jalan, namun kebanyakan mereka juga bingung dengan peta yang saya tunjukkan. Akhirnya ada satu laki-laki yang sangat baik hati karena walaupun dia sama bingungnya dengan saya, dia kelihatan berfikir sangat keras mencoba memecahkan peta tersebut, hahaha. Sangking niat membantu, dia sampai rela berjalan hampir 100 meter hanya untuk menunjukkan belokan jalan menuju tempat spa tersebut.

Namun, ternyata.. saya harus menyerah mencari lokasi spa tersebut. Ini adalah kali pertama saya tidak menemukan lokasi yang saya cari. Sebenarnya ada lokasi spa sauna lain yang lebih mudah ditemukan karena saya sudah sempat searching di internet, namun karena saya ingin pergi ke Seoul station, saya memutuskan untuk mencoba tempat spa dekat situ dengan bantuan informasi dari admin hostel. Karena terlalu lelah untuk berjalan, saya memutuskan untuk pulang ke hostel lebih cepat dan beristirahat.

DAY 10

Insadong
Hari ke sepuluh merupakan hari terakhir saya mengeksplor Seoul, karena keesokan harinya pagi-pagi sekali saya harus sudah berangkat ke bandara karena jadwal penerbangan kembali ke Jakarta pukul 10 pagi. Tujuan pertama saya adalah kembali ke Insadong karena ada beberapa oleh-oleh yang sebelumnya ingin saya beli tapi karena waktu itu saya fokus mencari lokasi hanok village, saya hanya sempat menikmati Insadong sebentar saja.

Hari terakhir memang sudah saya niatkan sejak awal untuk berbelanja oleh-oleh. Ketika sampai di Insadong, banyak toko yang baru saja buka. Udara sangat cerah dan sejuk. Saya bersyukur karena hari terakhir saya menikmati kota Seoul dengan cuaca yang sangat bersahabat.

Saya melewati Ssamziegil, tempat di mana kita bisa menemukan souvenir dan barang-barang antik khas Korea. Tempat ini juga merupakan lokasi syuting MV Seoul Song dari Super Junior dan SNSD. Saya pada saat itu belum menonton MV nya namun untungnya saya sempat berfoto dan menginjakkan kaki saya di tempat itu.

Tepat di seberang Ssamziegil, terdapat toko souvenir yang sebelumnya sempat saya datangi. Penjualnya bisa berbahasa Indonesia cukup baik dan sangat ramah. Ia bahkan masih mengenali saya yang pernah datang beberapa hari sebelumnya. Di sini saya mendapatkan diskon 5-10 persen untuk setiap item yang saya beli. Harganya pun ternyata lebih murah jika saya bandingkan dengan barang-barang di Namdaemun.

Star City Apartment
Setelah puas berkeliling Insadong dan membeli beberapa oleh-oleh, saya bergegas menuju stasiun subway untuk bertemu dengan teman baru saya yang juga menginap di hostel yang sama. Dia berasal dari Thailand, saya memanggilnya E. E tidak sengaja melihat saya yang ketika itu sedang membuka website super junior dan langsung berteriak girang. Ternyata kami sama-sama ELF (Fans Super Junior). Langsung saja kami akrab dan bercerita banyak hal. Super Junior menyatukan kami. Hahaha. Dan malam itu juga kami berjanji untuk pergi ke apartemen Super Junior bersama-sama keesokan harinya. Tetapi karena tujuan pagi hari kami berbeda, kami janjian ketemu di depan gerbang apartemen Star City.

Handphone saya total tidak bisa digunakan dan saya hanya mengandalkan komunikasi via facebook. Dan ternyata benar saja. Ketika saya sampai di stasiun Konkuk University exit 2, saya kebingungan mencari gedung apartemen Star City. Walaupun Ringgi sudah memberitahu saya lokasi apartemen, tetap saja saya kesulitan menemukannya di antara puluhan gedung tinggi bertingkat. Setelah berputar-putar dan bertanya sana-sini, akhirnya saya menemukan apartemen mewah itu.

Sampai di sana, saya berusaha mencari E. Namun karena saya telat hampir satu jam dari waktu yang telah dijanjikan, saya tidak menemukan E. akhirnya saya pun memutuskan untuk mendekat ke arah gerbang tanpa berharap bisa masuk dan saya hanya berniat berfoto saja di depan gerbang. Puluhan CCTV bertengger di setiap pojok seputar gedung. Dan saya cukup tau diri untuk tidak mencari masalah di hari terakhir saya di Seoul. Namun, ternyata petualangan saya lebih seru dari yang sebelumnya saya bayangkan. Cerita selengkapnya baca di bab tentang berburu Super Junior yaa..:)

Setelah berkeliling apartemen sejam lebih dan belum juga puas (hehehe) saya memaksakan diri untuk segera pergi ke destinasi selanjutnya yaitu National Assembly yang tadinya saya sangat berharap bisa menikmati indahnya cherry blossoms yang berjejer sepanjang beberapa kilometer di sekeliling National Assembly. Namun sayang, sampai hari terakhir saya di Seoul, saya hanya menemukan cherry blossoms di apartemen Super Junior.

National Assembly
Sesampainya di Stasiun Yeouido, ternyata exit ke arah National Assembly sedang ditutup karena ada perbaikan. Namun, petugas informasi di sana memberitahu saya untuk berpindah ke Line 9. Line 9 merupakan line terbaru. Karena itu saya tidak mendapatkan informasinya di website. Saya cukup kebingungan membaca jalur 9 karena ternyata bercabang. Saya harus bolak-balik tapi masih tetap di line 9 untuk mencapai Stasiun baru yaitu National Assembly Station.

Wow! National Assembly benar-benar megah. Saya seperti berada di Eropa. Tidak seperti gedung MPR di Senayan, Gedung MPR ala Korea Selatan sangat bersahabat dan terbuka. Banyak orang yang memanfaatkan tempat ini untuk menikmati cerahnya udara di sore hari dengan duduk-duduk di taman depan gedung. Kalau musim panas, pasti keadaannya lebih ramai karena rumput ditaman akan full menghijau dan pastinya terlihat lebih indah. Saya juga sempat naik sekuter berkeliling kawasan National Assembly bersama turis-turis lainnya. Sangat menyenangkan walaupun perjalanan hanya berlangsung kurang dari lima menit.

Setelah berfoto, saya bergegas kembali ke hostel karena saya ingin bertemu dengan E sebelum kami pergi bersama ke KBS. Kami tidak berjanji untuk bertemu sebelumnya di hostel, tapi karena saya tidak enak hati terlambat datang di janjian pertama kami, saya memutuskan untuk ke hostel. Dan ternyata lokasi National Assembly berada di seberang gedung KBS, tempat di mana Stasiun Radio Sukira berada. Saya juga ingin memberi tahu Ringgi lokasi subway yang baru, sebelumnya saya memberikan alamat yang lama yaitu Yeouido Station. Saya sempat mandi dan makan malam sebelum berangkat ke KBS. Cerita KBS selengkapnya bisa dibaca di bab khusus Suju selanjutnya.. :)

KBS Sukira Open Studio
Malam terakhir saya di Seoul sangat indah. Nyaris sempurna malah, walaupun harapan saya yang terbesar untuk bertemu Dong Hae tidak juga kesampaian. Namun, saya bersyukur karena perjalanan pertama saya kali ini sangat menyenangkan, indah, dan seru. Saya berjanji akan kembali lagi ke Korea suatu hari nanti. Kembali menelusuri jalanan sejuk di Seoul dan mengeksplor keindahan kota-kota lainnya.